A. PENDAHULUAN
TUJUAN
Tujuan Instruksional Umum :
Mahasiswa mampu menjelaskan perkembangan keluarga sesuai dengan tahap
perkembangannya dan menjelaskan peran
perawat pada masing-masing tahap.
Tujuan Instruksional khusus :
Mahasiswa mampu :
- Menyebutkan definisi masing-masing tahap perkembangan keluarga.
- Menjelaskan tugas-tugas perkembangan keluarga sesuai dengan tahap perkembangan keluarga.
- Menjelaskan masalah-masalah kesehatan yang terjadi sesuai dengan tahap perkembangan keluarga.
- Mengidentifikasi diagnosa keperawatan keluarga yang mungkin muncul pada setiap tahap perkembangan keluarga.
- Menjelaskan peran perawat pada setiap tahap perkembangan keluarga.
Salah satu kerangka paling baru yang
digunakan untuk mempelajari dan bekerja dengan keluarga adalah perkembangan
keluarga. Pendekatan teoritis ini mencoba mengungkapkan perubahan dari sistem
keluarga yang terjadi dari waktu ke waktu termasuk perubahan-perubahan dalam
interaksi dan hubungan diantara anggota keluarga dari waktu ke waktu.
Pendekatan perkembangan keluarga didasarkan pada observasi bahwa keluarga
adalah kelompok berusia panjang dengan suatu sejarah alamiah, atau siklus kehidupan, yang perlu dikaji juga
dinamika kelompok diinterpretasikan secara penuh dan akrual (Duvall, dan
Miller, 1985). Meskipun setiap keluarga mengalami setiap saat perkembangan
dengan cara-caranya yang unik, semua keluarga dianggal sebagai contoh dari
seluruh pola normatif (Rodger, 1973) dan mengikuti urutan-urutan perkembangan
yang universal (Goode, 1959).
Teori perkembangan keluarga
menguraikan perkembangan keluarga dari waktu ke waktu dengan membaginya ke
dalam satu seri tahap perkembangan dianggap sebagai masa-masa stabilitas
relatif yang secara kuantitatif dan kualitatif berbeda dari tahap-tahap
berdekatan (Mederer and Hill, 1983). Tentang konsep tahap-tahap siklus
kehidupan tergantung pada asumsi bahwa dalam keluarga terdapat saling
ketergantungan yang tinggi antara anggota keluarga : keluarga dipaksa untuk
berubah setiap kali ada penambahan atau pengurangan anggota keluarga, atau
setiap kali anak sulung mengalami perubahan tahap perkembangan. Misalnya,
perubahan dalam peran, penyesuaian terhadap perkawinan, mengasuh anak dan
disiplin terbukti perubahan dari satu tahap ke
tahap lain (Mederer dan Bill, 1983). Keluarga mengambil satu jenis
struktur ketika anak-anak masih berusia prasekolah ; struktur lain ketika orang
tua mulai mengikuti puncak hidup dan anak-anak memasuki masa remaja ; dan
akhirnya bentuk struktur yang lain adalah ketika anak-anak mulai dewasa, menikah
dan mulai mandiri.
Akar sejarah dari teori perkembangan keluarga dapat dibuktikan
dengan lima
warisan teori. Kerangka perkembangan keluarga bersifat elektrik, karena
kerangka ini mengajukan konsep-konsep dari pendekatan yang berbeda terhadap
studi keluarga. Kontribusi pada teori perkembangan keluarga diambil dari
interaksionisme simbolik, fungsionalisme struktural, sosiologi kerja dan
propesi, teori sistem dan perkembangan ilmu ditambah lagi dengan teori stress
dan krisis kehidupan keluarga (Dattessich dan Dill, 1987)
Pusat asumsi dasar tentang teori
perkembangan keluarga, seperti yang diuraikan oleh Algous (1978) adalah :
- Keluarga berkembang dan berubah dari waktu ke waktu dengan cara-cara yang sama dan dapat diprediksi.
- Karena manusia menjadi matang dan berinteraksi dengan orang lain, mereka memulai tindakan-tindakan dan juga reaksi-reaksi terhadap tuntutan lingkungan.
- Keluarga dan anggotanya melakukan tugas-tugas tertentu yang ditetapkan oleh mereka sendiri atau oleh konteks budaya dan masyarakat.
- Terdapat kecenderungan pada keluarga untuk memulai dengan sebuah awal dan akhir yang kelihatan jelas.
Meskipun teori perkembangan umum didasarkan pada ciri-ciri ini dan
biasa dari kehidupan keluarga, namun teori ini tidak memberikan stressor non
normatif atau situasional (kejadian-kejadian yang tidak biasa) dan dapat
dikritik karena asumsi tentang
homogenitas (kurang memperhatikan keanekaragaman kinerja), bias kelas
menengahnya, asumsinya tentang stabilitas dalam setiap tahap, dan kurangnya
penjelasan proses yang terjadi diantara tahap-tahap perkembangan yang
memungkinkan keluarga bertindak. Namun penggunaan kerangka ini untuk pengkajian
dan intervensi-intervensi sangat membantu karena kerangka ini memberikan para
profesional perawatan kesehatan keluarga cara-cara mengantisipasi apa yang
diharapkan dan apa jenis penyuluhan dan konseling yang ditentukan. Teori
perkembangan keluarga meningkatkan pemahaman kita tentang keluarga pada titik
yang berbeda dalam berbagai siklus kehidupan mereka dan menghasilkan deskripsi
yang “khas” tentang kehidupan keluarga dalam berbagai tahap perkembangannya
(Lupal dan Miller 1985). Malahan dengan mengkaji tahap perkembangan keluarga
dan pelaksanaan tugas-tugas yang sesuai dengan tahap tersebut, para profesional
perawatan kesehatan keluarga diberikan pedoman untuk menganalisis pertumbuhan
dan kebutuhan promosi kesehatan keluarga. Perawat keluarga lebih mampu
memberikan dukungan yang diperlukan untuk memajukan dari satu tahap ke tahap
lain dengan lancar.
B. SIKLUS KEHIDUPAN KELUARGA
Dalam siklus kehidupan keluarga terdapat tahap-tahap yang dapat
diprediksi. seperti individu-individu yang mengalami tahap pertumbuhan dan
perkembangan yang berturut-turut, keluarga sebagai sebuah unit juga mengalami
tahap-tahap perkembangan yang berturut-turut.
Tabel 1 : Delapan Tahap Siklus Kehidupan Keluarga
Tahap I :Keluarga Pemula (juga menuju pasangan
menikah atau tahap pernikahan)
Tahap II : Keluarga
sedang mengasuh anak (anak tertua adalah bayi sampai umur 30 bulan)
Tahap III : Keluarga
dengan anak usia prasekolah (anak tertua berumur 2 hingga 6 tahun)
Tahap IV : Keluarga
dengan anak usia sekolah (anak tertua berumur 6 hingga 13 tahun).
Tahap V : Keluarga
dengan anak remaja (anak tertua berumur 13 hingga 25 tahun).
Tahap VI : Keluarga
yang melepas anak usia dewasa muda (mencakup anak pertama sampai anak terakhir)
yang meninggalkan rumah.
Tahap VII : Orangtua usia pertengahan (tanpa jabatan,
pensiunan).
Tahap VIII : Keluarga dalam masa pensiun dan lansia (juga
menunjuk kepada anggota keluarga yang berusia lanjut atau pensiun) hingga
pasangan yang sudah mengenalinya.
Diadaptasi dari Dupal, 1977 dan Miller, 1985
Formulasi tahap-tahap perkembangan
keluarga yang paling banyak digunakan untuk keluarga inti dengan dua orang tua
adalah 8 tahap siklus kehidupan keluarga dari Dupal, 1977 (lihat tabel 1) Selain itu Charter dan McGoldrick, 1988 belakangan membuat model
enam tahap yang sama bagi para ahli terapi keluarga. Tabel 2 membandingkan
tahap-tahap perkembangan siklus kehidupan keluarga dari Dupall dan Charter dan
Goldrick.
Dalam paradigma dari Dupall, ia
menggunakan tingkat umur dan tingkat sekolah dari anak yang paling tua sebagai
tonggak untuk interval siklus kehidupan, dengan pengecualian untuk dua tahap
terakhir kehidupan keluarga ketika anak-anak sudah tidak ada lgi di rumah.
Apalagi terdapat beberapa anak dalam keluarga, terjadi beberapa tumpang tindih
tahap-tahap yang berbeda. Sebaliknya Charter dan McGoldrick, 1988 merumuskan
tahap siklus kehidupan keluarga yang
berfokus pada hal-hal penting dimana anggota keluarga masuk dan keluar dari
keluarga, jadi mengganggu keseimbangan keluarga. Penekanan disini diletakkan
pada hubungan-hubungan yang berubah, yang menjadi syarat sehingga keluarga bisa
bergerak dari satu tahap siklus kehidupan ke tahap berikutnya.
Tabel 2. Perbandingan Tahap-Tahap Siklus Kehidupan Keluarga menurut Duvall,
Miller, Charter dan McGoldrick
Charter dan McGoldrick
(Perspektif Terapi Keluarga)
|
Duvall dan Miller
(Perspektif Sosiologis)
|
1.
Keluarga antara : dewasa muda
yang belum kawin
2.
Penyatuan keluarga melalui
perkawinan : pasangan yang baru menikah
3.
Keluarga dengan anak kecil
(masa bayi hingga usia sekolah)
4.
Keluarga dengan anak remaja
5.
Keluarga melepaskan anak dan
pindah
6.
Keluarga dalam kehidupan terakhir
|
Tidak ada yang diidentifikasi di sini, meskipun Duvall menganggap
dewasa muda sedang proses “dilepas”. Karena terdapat waktu yang cukup antara
masa remaja dan pernikahan.
1. Keluarga pemula atau tahap pernikahan.
2. Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua
adalah bayi sampai umur 30 bulan)
3. Keluarga dengan anak usia prasekolah
(anak tertua berumur 2 ½ hingga 5 tahun).
4. Keluarga dengan anak usia sekolah (anak
tertua umur 6 hingga 12 tahun)
5. Keluarga dengan akan remaja (anak tertua
berumur 13 hingga 20)
6.
Keluarga melepaskan anak
dewasa muda (semua anak meninggalkan rumah)
7.
Orangtua usia pertengahan
(tidak ada jabatan lagi hingga pensiun)
8.
Keluarga dalam masa pensiun
dan lansia (mulai dari pensiun hingga pasangan yang meninggal.
|
Adapted from Carter dan McGoldrick, (1988), Duvall and Miller,
(1985)
1. Variasi Siklus Kehidupan Keluarga
Keluarga-keluarga selalu bervariasi, karena menjalani tahap-tahap
siklus kehidupan keluarga. Tahap-tahap siklus kehidupan keluarga mengikuti
suatu pola yang tidak kaku (Duvall, 1977). Sudah barang tentu bahwa banyak
keluarga saat ini tidak cocok dengan tahap-tahap siklus kehidupan keluarga inti
dengan orang tua dari Duvall atau dari Charter dan McGoldrick. Variasi-variasi
dalam siklus kehidupan keluarga tradisional dapat dilihat pada
keluarga-keluarga dimana pasangan suami istri tidak menikah, dan terdapat
perkawinan sesama homoseksual, orangtua tunggal dan keluarga dengan orangtua
tiri. Makin banyak orang memilih berbagai bentuk keluarga dan karenanya konsep
asal tentang siklus kehidupan keluarga, mencakup keluarga inti dengan dua
orangtua, secara menyolok terbatas dalam aplikabilitasnya. Untuk
keluarga-keluarga nontradisional atau keluarga-keluarga miskin atau minoritas,
terdapat variasi-variasi pada penentuan tempo dan pengurutan kejadian keluarga
(Teachman et al, 1987). Karena pada saat ini keluarga dengan orangtua tunggal
dan orangtua tiri berjumlah cukup besar .
Bahkan dalam keluarga inti tradisional dengan dua orangtua terdapat
perubahan dalam penentuan tempo dari tahap-tahap siklus kehidupan keluarga.
Jumlah dewasa muda yang tinggal dengan tua, sendirian, atau dengan dewasa muda
lainnya semakin bertambah (“diantara tahap-tahap siklus kehidupan keluarga”
dari Charter dan McGoldrick). Banyak pasangan menunda menikah dan memperpendek
masa pengasuhan anak (hasil dari KB dan kerja), dan mempunyai lebih sedikit
anak. Dengan perubahan-perubahan ini dan umur harapan hidup yang lebih lama,
terdapat tahun-tahun yang cocok dalam dua tahap terakhir siklus kehidupan
keluarga – tahap usia pertengahan dan tahap pensiunan dan lansia.
2. Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Seperti individu-individu yang mempunyai tugas-tugas perkembangan
yang harus mereka capai agar mereka merasa puas selama suatu tahap perkembangan
dan agar mereka mampu beralih ke tahap berikutnya dengan berhasil, setiap tahap
perkembangan keluarga pun mempunyai tugas-tugas perkembangan yang spesifik.
Tugas-tugas perkembangan keluarga menyatakan tanggung jawab yang dicapai oleh
keluarga selama setiap tahap perkembangannya sehingga dapat memenuhi (1)
kebutuhan biologis keluarga, (2) imperatif budaya keluarga, dan (3) aspirasi
dan nilai-nilai keluarga (Duvall, 1977).
Bagaimana tugas-tugas perkembangan dalam keluarga berbeda dengan
tugas-tugas perkembangan individu anggota keluarga? Meskipun dalam kenyataan
banyak tugas-tugas tersebut adalah gabungan, tugas-tugas perkembangan keluarga
dibangkitkan bila keluarga sebagai sebuah unit berupaya memenuhi
tuntutan-tuntutan perkembangan mereka secara individual. Tugas-tugas
perkembangan keluarga juga diciptakan oleh tekanan-tekanan komunitas terhadap
keluarga dan anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan harapan-harapan kelompok
acuan keluarga dan masyarakat yang lebih luas.
Selain
itu, tugas-tugas perkembangan keluarga juga meliputi tugas-tugas spesifik pada
setiap tahap yang melekat dalam pelaksanaan lima fungsi dasar keluarga yang
terdiri dari (1) fungsi afektif (fungsi pemeliharaan kepribadian) ; (2) fungsi
sosialisasi dan penempatan sosial ; (3) fungsi perawatan kesehatan – penyediaan
dan pengelolaan kebutuhan-kebutuhan fisik dan perawatan kesehatan ; (4) fungsi
reproduksi ; dan (5) fungsi ekonomi (lihat bab 5 untuk pembahasan yang lengkap
tentang fungsi-fungsi ini).
Tantangan nyata bagi keluarga adalah memenuhi setiap kebutuhan
anggota keluarga, dan juga untuk memenuhi fungsi-fungsi keluarga secara umum.
Pertautan kebutuhan-kebutuhan perkembangan individu dan keluarga tidak selalu
mungkin dilakukan. Misalnya, tugas anak usia bermain yang meliputi
mengeksplorasi lingkungan seringkali bertentangan dengan tugas seorang ibu
memelihara rumah yang teratur.
3. Tahap-Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan Dua Orangtua
Tahap-tahap siklus kehidupan keluarga berikut ini telah diuraikan
oleh Duvall dan Miller (1985) dan Charter dan McGoldrick (1988). Tahap-tahap
tersebut terdiri dari 9 tahap siklus kehidupan keluarga (Tabel 2). “Tahap
antara” dari tipologi Charter dan McGoldrick ditambahkan pada model siklus
kehidupan delapan tahap dari Duvall dan
Miller untuk memberikan gambaran yang komprehensif tentang perubahan kehidupan
keluarga. Tahap-tahap siklus kehidupan keluarga ini menggambarkan keluarga inti
Amerika yang utuh, tapi terbatas pada aplikabilitas keluarga-keluarga dengan
orangtua tunggal, cerai dan tiri. Masalah-masalah kesehatan juga dibicarakan
dalam setiap tahap siklus perkembangan keluarga.
Tahap Transisi : Keluarga antara (Dewasa Muda yang Belum Kawin)
Tahap ini menunjuk ke masa dimana individu berumur 20 tahunan yang
telah mandiri secara finansial, dan secara fisik telah meninggalkan keluarganya
namun belum berkeluarga. Tahap-tahap keluarga antara tidak dianggap tahap
siklus kehidupan keluarga oleh Duvall dan sosiolog lainnya. Namun, karena masa
ini umumnya dialami seseorang (remaja tidak keluar secara langsung dari
keluarga asalnya dan membentuk keluarga, seperti yang sering ditemukan pada
masa lalu), dan karena masa ini merupakan masa transisi yang sangat penting,
tahap ini dimasukkan dalam naskah ini. Tahap ini benar-benar diabaikan oleh para profesional perawatan kesehatan
keluarga dan para ahli terapi keluarga (Aylmerm 1988).
Data demografi mendukung pentingnya tahap
ini. Kini, di Amerika Serikat lebih banyak dewasa muda menunda perkawinan,
mereka hidup membujang atau kumpul kebo. Perkawinan pertama di Amerika Serikat
umumnya berlangsung 3 tahun lebih lambat dari generasi sebelumnya. Kini, dewasa
muda yang hidup bersama diluar pernikahan lima kali lebih banyak dari pada
tahun 1960 (Glick, 1989).
Tahap keluarga dianggap oleh Aymer (1988) dan ahli-hali terapi
lainnya sebagai dasar bagi semua tahap berikutnya : bagaimana dewasa muda
melewati tahap ini sangat mempengaruhi
siapa yang dinikahinya dan juga kapan dan bagaimana pernikahan
berlangsung. Untuk melewati tahap ini dengan sukses, dewasa muda harus pisah
dari keluarga asalnya tanpa memutuskan atau secara reaktif berhubungan dengan
pergantian yang emonsional.
Tugas-Tugas Perkembangan.
Tahap ini adalah tahap “keluarga antara”, tugas-tugas
perkembangannya bersifat individual, bukan berorientasi pada keluarga. Carter
dan McGoldrick (1980) menjelaskan bahwa tugas perkembangan utama dari dewasa
muda yang belum kawin adalah “menerima keluarga asalnya” (hal. 13). Tiga tugas
perkembangan yang dicantumkan oleh Carter dan McGoldrick (1988, hal. 15) :
- Pembedaan diri dalam hubungannya dengan keluarga asalnya.
- Menjalin hubungan dengan teman sebaya yang akrab.
- Pembentukan diri yang berhubungan dengan kemandirian pekerjaan dan finansial.
Tabel 3. Tahap Transisi :
Keluarga Antara dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan.
Tahap Siklus
Kehidupan Keluarga
|
Tugas-Tugas
Perkembangan Keluarga
|
Tahap Transisi :
Keluarga antara
|
1.
Pisah dengan keluarga asal.
2. Menjalin hubungan intim dengan teman
sebaya.
3. Membentuk kemandirian dalam hal
pekerjaan dan finansial.
|
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988),
Duvall dan Miller (1985)
Sudah waktunya dewasa muda membentuk tujuan hidup pribadi dan perasaan bangga akan
diri sendiri sebelum hidup bersama orang lain dalam sebuah ikatan perkawinan.
(Tabel 3) umumnya hal ini merupakan tahap transisi yang sulit, karena
memisahkan diri dari keluarga asal baik secara fisik, finansial maupun
emosional umumnya lambat di banyak keluarga saat ini.
Tahap ini secara khusus dialami secara
berbeda-beda, tergantung pada jenis kelamin seseorang. Carl Gillingan dalam karyanya
In a Different Voice (1982), menguraikan oerintasi pria dan
wanita yang berbeda melalui sosialisasi mereka. Pria umumnya diajarkan untuk
mengejar identitas ekspresi diri, sedangkan wanita pengorbanan diri. Karena
pria dan wanita dewasa muda mengalami masa belum kawin, mereka mempunyai isu
identitas yang berbedakan untuk
diselesaikan.Keseimbangan antara otonomi dan cinta dibutuhkan dalam membina
hubungan dan bekerja, tapi pria umumnya berjuang dengan isu-isu cinta dan
hubungan, sementara wanita berjuang dengan isu-isu otonomi.
Kebanyakan isu-isu tersebut diatas meliputi hubungan antara dewasa
muda dengan orangtuanya (Aylmer,
1988) dan menciptakan suatu keseimbangan baru antara keadaan pisah dan
keterkaitan. Bagaimana orangtua dari dewasa muda berinteraksi dengan anak
mereka selama masa ini adalah sangat penting. Dari perspektif sistem keluarga,
terdapat efek sirkular atau resiprokal yang terjadi antara orangtua dengan
dewasa muda (masing-masing mempengaruhi tindakan satu sama lainnya), yang
mempertinggi atau menghambat proses pisah dan individualisasi dewasa muda. Jika
orangtua memiliki perkawinan yang tidak memuaskan dan memerlukan anaknya tetap
tinggal untuk memenuhi kebutuhan mereka,
maka hal ini menghalangi upaya-upaya dewasa muda untuk pisah ; dan sebaliknya
jika anak merasa takut dan tidak mampu hidup mandiri, maka ia akan menunda
pemisahan tersebut dan mencoba agar orangtua tetapi terlibat.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Selama masa transisi ini, masalah-masalah pribadi maupun masalah
keluarga. Penggunaan keluarga berencana dan pengendalian kelahiran merupakan
masalah dan kebutuhan utama. Penyakit-penyakit yang ditularkan secara seksual
(STD) lebih sering ditemukan dalam kelompok ini (penyakit kelamin, AIDS, dll).
Kecelakaan dan bunuh diri merupakan penyebab utama moralitas. Masalah-masalah
kesehatan mental juga umum terjadi, dan seperti dijelaskan diatas, terutama
menghadapi isu pisah dengan cara fungsional dari keluarga asal sehingga
hubungan homoseksual yang intim dan sehat dapat dijalin.
Kebutuhan kesehatan promosi sama dengan tahap-tahap berikutnya.
Karena dewasa muda sekarang ini mandiri, khususnya gaya hidup mereka tidak
termasuk dalam praktik perlindungan kesehatan yang direkomendasikan, seperti
menghindari obat-obatan, alkohol dan tembakau dan juga mendapatkan tidur,
nutrisi, istirahatm latihan, perawatan gigi dan uji kesehatan dan perawatan
yang adekuat.
a. Tahap I : Keluarga Pemula
Perkawinan dari sepasang insan menandai bermulanya sebuah keluarga
baru – keluarga yang menikah atau prokreasi dan perpindahan dari keluarga asal
atau status lajang ke hubungan baru yang intim. Tahap perkawinan atau pasangan
menikah saat ini berlangsung lebih lmbat. Misalnya, menurut data sensus Amerika
Serikat tahun 1985, 75 persen pria dan 57 persen wanita Amerika Serikat masih
belum menikah pada usia 21 tahun, ini merupakan suatu pergeseran yang berarti
dari 55 persen dan 36 persen masing-masing dalam tahun 1970.
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Menciptakan sebuah perkawinan yang saling memuaskan, menghubungkan
jaringan persaudaraan secara harmonis, dan keluarga berencana merupakan tiga
tugas perkembangan yang penting dalam masa ini (Tabel 6-4).
1). Membangun Perkawinan yang Saling Memuaskan
Ketika dua orang diikat dalam ikatan perkawinan, perhatian awal
mereka adalah menyiapkan suatu kehidupan bersama yang baru. Sumber-sumber dari
dua orang digabungkan, peran-peran mereka berubah, dan fungsi-fungsi barupun
diterima. Belajar hidup bersama sambil memenuhi kebutuhan kepribadian yang
mendasar merupakan sebuah tugas perkembangan yang penting. Pasangan harus
saling menyesuaikan diri terhadap banyak hal kecil yang bersifat rutinitas.
Misalnya mereka harus mengembangkan rutinitas untuk makan, tidur, bangun pagi,
membersihkan rumah, menggunakan kamar mandi bergantian, mencari rekreasi dan
pergi ke tempat-tempat yang menyenangkan bagi mereka berdua. Dalam proses
saling menyesuaikan diri ini, terbentuk satu kumpulan transaksi berpola dan
lalu dipelihara oleh pasangan tersebut, dengan setiap pasangan memicu dan memantau
tingkah laku pasangannya.
Tabel 4. Tahap Pertama Siklus
Kehidupan Keluarga Inti dengan Dua Orang Tua, dan Tugas-Tugas Perkembangan yang
bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga
|
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
|
Keluarga Pemula
|
1.
Membangun perkawinan yang
saling memuaskan.
2.
Menghubungkan jaringan
persaudaraan secara harmonis.
3.
Keluarga berencana (keputusan
tentang kedudukan sebagai orangtua)
|
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller
(1985)
Keberhasilan dalam mengembangkan hubungan tergantung pada saling
menyesuaikan diri yang baru saja dibicarakan, dan tergantung kepada
komplementaritas atau kecocokkan bersama dari kebutuhan dan minat pasangan.
Sama pentingnya bahwa perbedaan-perbedaan individu perlu diketahui. Dalam
hubungan yang sehat, perbedaan-perbedaan dipandang untuk memperkaya hubungan
perkawinan. Pencapaian hubungan perkawinan yang memuaskan tergantung pada
pengembangan cara-cara yang memuaskan untuk menangani “perbedaan-perbedaan
tersebut” (Satir, 1983) dan konflik-konflik. Cara yang sehat untuk memecahkan
masalah adalah berhubungan dengan kemampuan pasangan untuk bersikap empati ;
saling mendukung, dan mampu berkomunikasi secara terbuka dan sopan (Raush et
al, 1969) dan melakukan pendekatan terhadap konflik atas rasa saling hormat
menghormati (Jackson dan Lederer, 1969).
Malahan, sejauhmana kesuksesan mengembangkan hubungan perkawinan
tergantung pada bagaimana masing-masing pasangan dibedakan atau dipisahkan dari
keluarga asal masing-masing (tugas perkembangan sebelumnya). Orang dewasa harus
pisah dengan orangtuanya dalam upaya untuk membentuk identitas dirinya sendiri
dan hubungan intim yang sehat. McGoldrick (1988) memberikan sebuah deskripsi
yang amat bagus tentang proses ini dan masalah-masalah psikososial selama masa ini.
Banyak pasangan mengalami masalah-masalah penyesuaian seksual,
serikali disebabkan oleh ketidaktahuan dan informasi yang salah yang
mengakibatkan kekecewaan dan harapan-harapan yang tidak realistis. Malahan,
banyak pasangan yang membawa kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan yang
tidak terpenuhi kedalam hubungan mereka, dan hal-hal ini dapat mempengaruhi
hubungan seksual secara merugikan. (Goldenberg dan Goldenberg, 1985).
2). Menghubungkan Jaringan Persaudaraan secara Harmonis.
Perubahan
peran dasar terjadi dalam perkawinan pertama dari sebuah pasangan, karena
mereka pindah dari rumah orangtua mereka ke rumah mereka yang baru. Bersamaan
dengan itu, mereka menjadi anggota dari tiga keluarga, yaitu : menjadi anggota
keluarga dari keluarga mereka sendiri yang baru saja terbentuk. Pasangan
tersebut menghadapi tugas-tugas memisahkan diri dari keluarga asal mereka dan
mengupayakan berbagai hubungan dengan orangtua mereka, sanak saudara dan dengan
ipar-ipar mereka, karena loyalitas utama mereka harus diubah untuk kepentingan
hubungan perkawinan mereka. Bagi pasangat tersebut, hal ini menuntut
pembentukan hubungan baru dengan setiap
orangtua masing-masing, yaitu hubungan yang tidak hanya memungkinkan
dukungan dan kenikmatan satu sama lain, tapi juga otonomi yang melindungi
pasangan baru tersebut dari campur tangan pihak luar yang mungkin dapat merusak
bahtera perkawinan yang bahagia.
3). Keluarga Berencana.
Apakah ini memiliki anak atau
tidak dan penentuan waktu untuk hamil merupakan suatu keputusan keluarga yang
sangat penting. Littlefield
(1977) menekankan pentingnya pertimbangan semua rencana kehamilan keluarga
ketika seseorang bekerja di bidang perawatan maternitas. Tipe perawatan
kesehatan yang didapat keluarga sebagai sebuah unit selama masa prenatal sangat
mempengaruhi kemampuan keluarga mengatasi perubahan-perubahan yang luar biasa
dengan efektif setelah kehamilan bayi.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah-masalah utama adalah penyesuaian seksual dan peran
perkawinan, penyuluhan dan konseling keluarga berencana, penyuluhan dan
konseling pranatal, dan komunikasi. Konseling semakin perlu diberikan sebelum
perkawinan. Kurangnya informasi sering mengakibatkan masalah-masalah seksual
dan emosional, ketakutan, rasa bersalah, kehamilan yang tidak direncanakan, dan
penyakit-penyakit kelamin baik sebelum maupun sesudah perkawinan.
Kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan ini menghambat pasangan tersebut
merencanakan kehidupan mereka dan memulai hubungan dengan dasar yang mantap.
Konsep-konsep perkawinan tradisional sedang ditantang oleh hubungan
cinta, perkawinan berdasarkan hukum adat, dan perkawinan homoseks. Orang yang
memasuki perkawinan tanpa pernikahan memerlukan banyak konseling dari tugas
perawatan kesehatan untuk mendapatkan bantuan. Dalam hal ini, perawat keluarga terperangkap
diantara dua “keluarga”, keluarga orientasi dan keluarga perkawinan. Dalam
situasi semacam itu, para profesional kesehatan keluarga tidak perlu membuat
penilaian-penilaian yang bermanfaat tetapi mencoba membantu setiap kelompok
dari kedua kelompok tersebut agar mereka dapat memahami diri mereka sendiri dan
saling memahami satu sama lain (Williams dan Leaman, 1973).
Keluarga Berencana.
Karena Keluarga Berencana merupakan
tanggungjawab utama dari perawat yang bekerja dengan keluarga, maka bidang ini
perlu dibahas lebih mendalam. Keluarga berencana yang kurang diinformasikan dan
kurang efektif mempengaruhi kesehatan keluarga dalam banyak cara : mobiditas
dan moralitas ibu-anak ; menelatarkan anak ; sehat sakit orangtua ; masalah-masalah
perkembangan anak, termasuk inteligensia kemampuan belajar dan perselisihan
dalam perkawinan. Pembentukan keluarga dengan sengaja dan terinformasi meliputi
membuat keputusan sendiri tentang kapan dan/atau apakah ingin mempunyai anak,
terlepas dari pertimbangan kesehatan keluarga.
Jumlah kelahiran di Amerika Serikat sedang menanjak, dalam tahun
1975 mengalami penurunan dan terus mengalami kenaikan setelah itu hingga tahun
1990, seperti yang diproyeksikan dalam tahun 1984 hingga 1990 (Family
Service America, 1984). Meningkatnya kehamilan remaja yang sangat besar,
khususnya diantara wanita kulit hitam yang belum menikah dan terutama dipandang
sebagai masalah karena kerentanan dan kurangnya sumber-sumber pada kelompok
remaja yang malang
ini (Chilman, 1988). Kehamilan
penyebab utama remaja wanita keluar dari sekolah dan juga penyebab sering
terjadinya perkawinan prematur. Dalam perkawinan, kehamilan awal (sebelum dua
tahun) mengurangi penyesuaian perkawinan. Semua ini merupakan faktor-faktor
kesehatan mental yang penting bagi orangtua dan anak-anak (Cohn dan Lierberman,
1974).
Kesehatan fisik ibu dan anak merupakan
masalah utama yang didokumentasikan dalam penelitian kebidanan dan perinatal.
Jarak kelahiran antara 2 dan 4 tahun dan usia ibu 20 tahunan merupakan
faktor-faktor yang menguntungkan dalam mengurangi mortalitas dan mobiditas ibu
dan bayi. Jumlah keluarga yang optimal, jarak dan waktu kelahiran mengurangi
mortalitas bayi (Cohn dan Lieberman, 1974).
Angka kehamilan berencana semakin
meningkat, karena banyak wanita dan pasangan menggunakan alat kontrasepsi.
Empat puluh lima negara bagian, dan juga Distrik Columbia telah membuat
undang-undang yang membolehkan gadis-gadis remaja berusia di bawah 18 tahun
mendapatkan kontrasepsi tanpa ijin dari orangtua. Namun
sebagian besar remaja dan wanita dewasa muda yang aktif secara seksual tidak
mendapat pelayanan keluarga berencana (Chilman, 1988).
Perbedaan antara kelompok miskin dan kaya dalam menggunakan alat
kontrasepsi yang efektif berhubungan dengan aksesibilitas pelayanan (Manisoff,
1977) dan ketidaktahuan tentang kehamilan dan kontrasepsi dikalangan remaja
(Weatherley dan Cartoof, 1988). Faktor-faktor agama dan sosiopolitik menjadi
pengengah untuk mengurangi hak-hak reproduktif wanita dan pasangannya. Seperti
diawal tahun 1990-an, karena menentang hak untuk melakukan aborsi secara legal
maka perjuangan mempertahankan pelayanan saat ini agar tetap tersedia merupakan
masalah yang sedang berkembang. Pendanaan masyarakat dari pemerintah untuk
keluarga berencana, khususnya untuk aborsi telah dipotong, dan pelayanan
terbatas pada kaum miskin dan orang muda.
Selain kebutuhan untuk klinik medis yang banyak dan undang-undang
yang membolehkan remaja menerima perawatan, program pendidikan kesehatan
keluarga berencana dan seks yang efektif perlu direncanakan dilakukan di
sekolah-sekolah, gereja dan lembaga-lembaga kesehatan. Pelayanan-pelayanan
seperti itu harus difokuskan tidak hanya pada premis-premis umum bahwa keluarga
berencana merupakan satu tujuan dalam keluarga itu sendiri, tapi pada
keuntungan-keuntungan kesehatan dari keluarga berencana bagi individu dan
bagi pertumbuhan dan perkembangan
keluarga.
Akan tetapi, memaksakan keluarga berencana
pada keluarga bukanlah sesuatu yang etis, karena hal tersebut menghancurkan
inisiatif, integritas, dan kompetensi. Gadis-gadis remaja yang menginginkan
bayi perlu mengkonsultasikan kesiapan fisik dan emosi untuk menjadi orang tua
dan perlindungan yang realistis terhadap kehamilan bersama-sama dengan
supervisi kesehatan yang baik. Tapi hanya sedikit saja dilakukan untuk
mengimbangi tekanan-tekanan masyarakat terhadap seks dan perkawinan dengan
pendidikan kontrasepsi yang realistis.
Diagnosa yang mungkin pada keluarga pemula:
- Gangguan komunikasi verbal
- Perubahan proses keluarga
- Perubahan penampilan peran
- Gangguan interaksi sosial
- Disfungsi seksual
Diagnosa yang mungkin pada ibu hamil:
Trimester I
Ø Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
tubuh
Ø ketidaknyamanan
Ø resiko kekurangan volume cairan
Ø resiko cidera terhadap janin
Ø resiko keletihan
Ø resiko konstipasi
Ø resiko infeksi : ISK
Ø resiko gangguan citra tubuh
Ø resiko perubhan penampilan peran
Ø perubahan pola seksualitas
Trimester II
Ø Ketidaknyamanan
Ø Resiko cidera terhadap janin dan ibu
Ø Perubahan pola seksualitas
Ø Perubahan pola nafas
Ø Resiko kelebihan vol cairan
Ø Resiko koping individu tidak efektif
Trimester III
Ø Gangguan pola tidur
Ø Resiko cidera terhadap janin dan ibu
Ø Resiko harga diri rendah situasional
Ø Perubahan eliminasi
Peran perawat
Ø Konselon pada penyesuaian seksual &
peran marital
Ø Gusru konselon dalam perencanaan keluarga
Ø Koordinator untuk konseling menjadi orang tua
Ø Fasilitator dalam hubungan kekerabatan interpersonal
b. Tahap II : Keluarga yang Sedang Mengasuh Anak
Tahap kedua dimulai dengan kelahiran anak pertama sehingga bayi
berusia 30 bulan. Biasanya orangtua tergetar hatinya dengan kelahiran pertama
anak mereka, tapi agak takut juga. Kekuatiran terhadap bayi biasanya berkurang
setelah beberapa hari, karena ibu dan bayi tersebut mulai saling mengenal. Akan
tetapi kegembiraan yang tidak dibuat-buat ini berakhir ketika seorang ibu baru
tiba di rumah dengan bayinya setelah tinggai di rumah sakit untuk beberapa
waktu. Ibu dan ayah tiba-tiba berselisih dengan semua peran-peran mengasyikkan
yang telah dipercayakan kepada mereka. Peran tersebut pada mulanya sulit karena
perasaan ketidakadekuatan menjadi orangtua baru ; kurangnya bantuan dari
keluarga dan teman-teman, dan para profesional perawatan kesehatan yang
bersifat membantu dan sering terbangun tengah malam oleh bayi yang berlangsung
3 hingga 4 minggu. Ibu juga letih secara psikologis dan fisiologis. Ia sering
merasakan beban tugas sebagai ibu rumah tangga dan barangkali juga bekerja,
selain merawat bayi. Khususnya terasa sulit jika ibu menderita sakit atau
mengalami persalinan dan pelahiran yang lama dan sulit atau seksio besar.
Kedatangan bayi dalam rumah tangga menciptakan perubahan-perubahan
bagi setiap anggota keluarga dan setiap kumpulan hubungan. Orang asing telah
masuk ke dalam kelompok ikatan keluarga yang erat, dan tiba-tiba keseimbangan
keluarga berubah setiap anggota keluarga memangku peran yang baru dan memulai
hubungan yang baru. Selain seorang bayi yang baru saja dilahirkan, seorang ibu,
seorang ayah, kakek nenekpun lahir. Istri sekarang harus berhubungan dengan
suami sebagai pasangan hidup dan juga sebagai ayah dan sebaliknya. Dan dalam
keluarga yang memiliki anak sebelumnya, pengaruh kehadiran seorang bayi sangat
berarti bagi saudaranya sama seperti pada pasangan yang menikah. Mengatakan
pada seorang anak untuk menyesuaikan diri dengan seorang adik laki-laki atau
perempuan yang baru mungkin sama dengan suami mengatakan pada istrinya bahwa ia
membawa ke rumah seorang nyonya yang ia cintai dan ia terima sama derajatnya
(William dan Leanman, 1973). Ini merupakan
suatu perkembangan kritis bagi semua yang terlibat.
Oleh sebab itu, meskipun kedudukan sebagai orangtua menggambarkan
tujuan yang teramat penting bagi semua pasangan, kebanyakan pasangan
menemukannya sebagai perubahan hidup yang sangat sulit. Penyesuaian diri
terhadap perkawinan biasanya tidak sesulit penyesuaian terhadap menjadi
orangtua. Meskipun bagi kebanyakan orang tua merupakan pengalaman penuh arti
dan menyenangkan, kedatangan bayi membutuhkan perubahan peran yang mendadak.
Dua faktor penting yang menambah kesukaran dalam menerima peran orangtua adalah
bahwa kebanyakan orang sekarang tidak disiapkan untuk menjadi orang tua dan
banyak sekali mitos berbahaya yang tidak realistis meromantiskan pengasuhan
anak didalam masyarakat kami (Fulcomer, 1977). Menjadi orangtua merupakan
satu-satunya peran utama yang sedikit dipersiapkan dan kesulitan dalam transisi
peran mempengaruhi hubungan perkawinan dan hubungan orangtua dan bayi secara
merugikan.
Perubahan-perubahan sosial yang dramatis dalam masyarakat Amerika
juga memiliki pengaruh yang kuat pada orangtua baru. Banyaknya wanita yang
bekerja di luar rumah dan memiliki karier, naiknya angka perceraian dan masalah
perkawinan, penggunaan alat kontrasepsi dan aborsi yang sudah lazim, dan
semakin meningkatnya biaya perawatan dan memiliki anak merupakan faktor-faktor
yang menyulitkan tahap siklus awal kehidupan pengasuh anak (Bradt, 1988 ;
Miller dan Myers-Walls, 1983).
Masa Transisi menjadi Orangtua.
Kelahiran anak pertama merupakan pengalaman keluarga yang sangat
penting dan sering merupakan krisis keluarga,
sebagaimana yang digambarkan secara konsisten pada penelitian keluarga
selama tahap siklus kehidupan keluarga ini (Clark, 1966 ; Hobbs dan Cole, 1976
; LeMaster, 1957).
Untuk mengetahui bagaimana anak yang baru lahir mempengaruhi
keluarga, LeMaster, 1957, dalam studi klasik tentang penyesuaian keluarga
terhadap kelahiran anak pertama, mewawancarai 46 orang tua dari kalangan kelas
menengah di Kota (berusia 25 – 25 tahun) dan memperkirakan sejauhmana mereka dalam
keadaan krisis. Ia menemukan bahwa 17 persen pasangan tidak mengalami masalah
atau hanya masalah-masalah sedang, tapi sisanya mengalami masalah berat atau
luar biasa. Masalah-masalah yang paling lazim dilaporkan adalah :
- Suami merasa diabaikan (ini paling sering disebutkan oleh suami)
- Terhadap peningkatan perselisihan dan argumen antara suami dan istri.
- Interupsi dalam jadwal yang kontinu “begitu lelah sepanjang waktu”, merupakan sebuah kometar khas).
- Kehidupan seksual dan sosial terganggu dan menurun.
Akan tetapi, studi-studi belakangan ini, Hobbs dan Cole (1976), tidak menemukan
pasangan yang melaporkan krisis
ekstensif sebanyak yang dilaporkan oleh LeMaster. Studi-studi tentang “keluarga
dalam krisis” menyatakan bahwa keluarga-keluarga mempunyai pemikiran yang salah
dan idealis tentang menjadi orang tua sebelum kelahiran anak pertama dan
kekuatan perkawinan menurun secara tajam dengan lahirnya anak pertama (Miller
dan Solye, 1980)
Clark, (1966)
melakukan sebuah studi tentang keluarga secara kelahiran seorang bayi baru
menyatakan kesulitan dalam penyesuaian diri menyangkut orangtua dan kebutuhan
yang penting setelah kelahiran terhadap kesinambungan pelayanan keperawatan di
rumah dan di klinik.
Sebuah studi penting yang lain menyangkut transisi pasangan menjadi
langka dilakukan oleh La Rossa, (1981). Para
peneliti ini mengkonseptualisasikan proses transisi seperti yang dijelaskan
dengan baik oleh model konflik, dimana terdapatnya waktu luang, konflik
kepentingan diantara orangtua, legitimasi terhadap penentuan masalah-masalah
perkawinan menyebabkan konflik antara kedua orangtua.
Miller dan Myers – Walls (1983), berdasarkan atas tinjauan studi
mereka terhadap orangtua, meringksa stressor mengasuh anak yang spesifik yang
diidentifikasi dalam penelitian. Stressor yang paling sering disebutkan adalah
sedikitnya kebebasan pribadi karena
tanggungjawab menyangkut anak, selain itu diidentifikasi juga kurangnya waktu
dan persahabatan dalam perkawinan. Bahkan lebih banyak tekanan perkawinan
dilaporkan pada pasangan yang sulit memiliki anak atau pasangan memiliki anak
dengan masalah kesehatan yang serius atau cacat.
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Setelah lahir anak pertama, keluarga mempunyai beberapa tugas yang
penting (tabel 5). Suami, istri, dan bayi semuanya belajar peran-peran yang
baru sementara keluarga inti memperluas fungsi dan tanggungjawab. Ini meliputi
penggabungan tugas perkembangan yang terus menerus dari setiap anggota kelurga
dan keluarga secara keseluruhan (Duvall, 1977).
Tabel 5. Tahap Kedua Siklus
Kehidupan Keluarga Inti yang sedang mengasuh anak dan Tugas-Tugas Perkembangan
yang Bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga |
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
|
Keluarga sedang mengasuh anak
|
1.
Membentuk keluarga muda
sebagai sebuah unit yang mantap (mengintegrasikan bayi baru ke dalam
keluarga).
2.
Rekonsiliasi tugas-tugas
perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan anggota keluarga.
3.
Mempertahankan hubungan
perkawinan yang memuaskan.
4.
Memperluas persahabatan
dengan keluarga besar dengan menambahkan peran-peran orangtua dan kakek dan
nenek.
|
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988) ; Duvall dan Miller
(1985)
Kelahiran seorang anak membuat perubahan-perubahan yang logika dalam
organisasi keluarga. Fungsi-fungsi pasangan suami istri harus dibedakan untuk
memenuhi tuntutan-tututan baru perawatan dan penyembuhan. Sementara pemenuhan
tanggungjawab ini bervariasi menurut posisi sosial budaya suami istri, sebuah
pola yang umum adalah untuk orang tua agar menerima peran-peran tradisonal atau
pembagian tanggungjawab (La Rossa dan La Rossa, 1981).
Hubungan dengan keluarga besar paternal
dan maternal perlu disusun kembali dalam tahap ini. Peran-peran baru perlu
dibuat kembali berkenaan menjadi kakek nenek dan hubungan antara orangtua dan
kakek-nenek (Bradt, 1988).
Peran yang paling penting bagi perawat
keluarga bila bekerja dengan keluarga yang mengasuh anak adalah mengkaji peran
sebagai orangtua bagaimana kedua orangtua berinteraksi dengan bayi baru dan
merawatnya, dan bagaimana respons bayi tersebut. Klaus dan Kendall (1976),
Kendall (1974), Rubbin (1967), dan yang lainnya menguji dampak penting dari
sentuhan dan kehangatan awal setelah melahirkan ; hubungan positif antara
orangtua anak pada hubungan orangtua dan anak di masa datang. Sikap orangtua
tentang mereka sendiri sebagai orangtua, sikap mereka terhadap bayi mereka,
karakteristik komunikasi orangtua dan stimulasi bayi (Davis, 1978) adalah
bidang-bidang terkait yang perlu dikaji.
Perubahan-perubahan peran dan adaptasi
terhadap tanggungjawab orangtua yang baru biasanya lebih cepat dipelajari oleh
ibu daripada ayah. Anak merupakan realita pada calon ibu dari pada ayah, yang
biasanya mulai merasa seperti ayah pada saat kelahiran, tapi kadang-kadang jauh
lebih lambat dari itu (Minuchin, 1974). Ayah seringkali tetap netral pada
awalnya sementara wanita secara cepat menyesuaikan diri dengan struktur
keluarga yang baru.
Kebiasaan dimana kebanyakan ayah secara
tradisional tidak diikutsertakan dalam proses perinatal secara pasti
memperlambat pria melakukan perubahan peran yang penting ini dan oleh karena
itu menghalangi keterlibatan emosional mereka. Sayangnya, kesadaran yang
meningkat tentang peran penting yang dipangku ayah dalam perawatan anak dan
perkembangan anak telah menimbulkan keterlibatan ayah yang lebih besar dalam
perawatan bayi dikalangan kelas menengah (Hanson dan Bozett, 1985).
Ibu dan ayah menumbuhkan dan mengembangkan
peran orangtua mereka dalam berespons terhadap tuntutan-tuntutan yang berubah
terus menerus dan tugas-tugas perkembangan dari orang muda yang sedang tumbuh,
keluarga secara keseluruhan, dan mereka sendiri. Menurut Friedman (1957),
orangtua melewati 5 tahap perkembangan secara berturut-turut. Dua tahap pertama
meliputi fase kehidupan keluarga ini. Pertama, selama bayi, orangtua mempelajari
arti dari isyarat-isyarat yang dikekspresikan oleh bayi untuk mengutarakan
kebutuhan-kebutuhannya. Dengan setiap anak lahir berturut-turut, orangtua akan
mengalami tahap yang sama ini sehingga mereka menyesuaikan setiap
isyarat-isyarat unik bayi.
Tahap kedua ini perkembangan orangtua
adalah belajar untuk menerima pertumbuhan dan perkembangan anak yang terjadi
dalam masa usia bermain – khususnya orangtua yang baru memiliki anak pertama –
membutuhkan bimbingan dan dukungan. Orangtua perlu memahami tugas-tugas yang
harus dikuasai oleh anak dan kebutuhan anak akan keselamatan, keterbatasan dan
latihan buang air (toilet training). Mereka perlu memahami konsep kesiapan
perkembangan, konsep tentang “saat yang tepat untuk mengajar mereka”. Pada saat
yang sama pula orangtua perlu bimbingan dalam memahami tugas-tugas yang harus
mereka kuasai selama tahap ini.
Pola-pola komunikasi perkawinan yang baru
berkembang dengan lahirnya anak, dimana pasangan berhubungan satu sama lain
baik sebagai suami istri maupun sebagai orangtua. Pola transaksi suami istri
terbukti telah berubah secara drastis. Feldman (1961) mengamati bahwa orang tua
bayi berbicara dan berkelakar lebih sedikit, pembicaraan yang merangsang lebih
sedikit dan kualitas interaksi perkawinan yang menurun. Beberapa orangtua
merasa kewalahan dengan bertambahnya tanggungjawab, khususnya mereka yang suami
maupun istri sama-sama bekerja secara penuh.
Pembentukan kembali pola-pola komunikasi yang memuaskan termasuk
masalah dan perasaan pribadi, perkawinan dan orangtua adalah sangat penting.
Pasangan harus terus memenuhi setiap kebutuhan-kebutuhan psikologis dan seksual
dan juga berbagi dan berinteraksi satu sama lain dalam hal tanggungjawab
sebagai orangtua.
Hubungan seksual suami istri umumnya menurun selama kehamilan dan
selama 6 minggu masa postpartum. Kesulitan-kesulitan seksual selama masa
berikutnya umum terjadi, yang timbul dari faktor-faktor seperti ibu tenggalam
dalam peran barunya, keletihan dan perasaan menurunnya daya tarik seksual dan
juga perasaan suami bahwa ia “tersingkir” oleh bayinya.
Sekarang komunikasi keluarga termasuk anggota ketiga, membentuk tiga
serangkai. Orangtua harus
belajar untuk merasakan dan melihat tangisan komunikasi dari bayinya. Misalnya,
tangisan bayi perlu dibedakan kedalam ekspresi ketidaknyamanan, rasa lapar,
rangsangan yang berlebihan, sakit, atau letih.
Dan bayi mulai memberikan respon terhadap rangkulan, timangan dan
berbicara yang kemudian diterima dan dikuatkan oleh orangtua.
Konseling keluarga berencana biasanya
berlangsung saat pemeriksaan setelah postpartum 6 minggu. Orangtua kemudian
harus didorong secara terbuka untuk mendiskusikan jarak kelahiran dan
perencanaan. Melihat meningkatkan tuntutan-tuntutan keluarga dan pribadi yang
dibawakan oleh bayi, orangtua perlu menyadari bahwa kehamilan dengan jarak
rapat dan sering dapat berbahaya bagi ibu, dan juga ayah, saudara bayi, dan
unit keluarga.
Tahap siklus kehidupan ini memerlukan
penyesuaian hubungan dalam keluarga besar dan dengan teman-teman. Ketika
anggota keluarga lain mencoba mendukung dan membantu orangtua baru ini,
ketegangan bisa muncul. Misalnya, meskipun kakek nenek dapat menjadi sumber
pertolongan yang besar bagi orangtua baru, namun kemungkinan konflik tetap ada
karena perbedaan nilai-nilai dan harapan-harapan yang ada antar generasi
tersebut.
Meskipun pentingnya memiliki jaringan
sosial atau sistem pendukung sosial untuk mencapai kepuasan dan perasaan
positif tentang kehidupan keluarga, keluarga muda perlu mengetahui kapan mereka
butuh bantuan dan dari siapa mereka harus menerima bantuan tersebut dan juga
kapan mereka harus menggantungkan diri pada sumber-sumber dan kekuatan merek
sendiri (Duvall, 1977).
Hubungan perkawinan yang kokoh dan
bergairah sangat penting bagi stabilitas dan moral keluarga. Hubungan suami
istri yang memuaskan akan memberikan pasangan dengan kekuatan dan tenaga “bagi”
bayi dan satu sama lain. Tuntutan-tuntutan dan tekanan-tekanan yang
bertentangan, seperti antara loyalitas
ibu terhadap bayi dan terhadap suami, merupakan persoalan dan dapat menyiksa.
Tipe konflik semacam ini dapat menjadi sumber sentral ketidakbahagiaan selama
tahap siklus kehidupan ini.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah-masalah utama keluarga dalam tahap ini
adalah pendidikan maternitas yang terpusat pada keluarga, perawatan bayi yang
baik, pengenalan dan penanganan masalah-masalah kesehatan fisik secara dini,
imunisasi, konseling perkembangan anak, keluarga berencana, interaksi keluarga
dan bidang-bidang peningkatan kesehatan umum (gaya hidup).
Masalah-masalah kesehatan lain selama
periode dari kehidupan keluarga ini adalah inaksesibilitas dan ketidakadekuatan
fasilitas-fasilitas perawatan anak untuk ibu yang bekerja, hubungan
akan-orangtua, masalah-masalah mengasuh anak termasuk penyalahgunaan dan
kelalaian terhadap anak dan masalah-masalah transisi peran orang tua.
Kemungkinan diagnosa
Ø Gangguan Nutrisi : kurang dari kebutuhan
tubuh
Ø Disfungsi seksual
Ø Gangguan tumbuh kembang
Ø Menyusui tidak efektif
Ø Resiko cidera
Ø Perubahan penampilan peran
Ø Gangguan komunikasi verbal
Peran perawat
Ø Monitor perawatanprenatal dan perujukan untuk masalah-masalah
kehamilan
Ø Konselor pada nutrisi prenatal
Ø Konselor pada kebiasaan maternal prenatal
Ø Pendukung amnionsintesis
Ø Konselor pada menyusui
Ø Koordinator dengan layanan pediatrik
Ø Penyelia imunisasi
Ø Perujukan ke layanan-layanan tenaga sosial
c. Tahap III : Keluarga dengan Anak Usia Prasekolah
Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga
dimulai ketika anak pertama berusia 2 ½ tahun dan berakhir ketika anak berusia
5 tahun. Sekarang, keluarga mungkin terdiri dari tiga hingga lima orang, dengan
posisi suami-ayah, istri-ibu, anak laki-laki-saudara, anak perempuan-saudari.
Keluarga lebih menjadi majemuk dan berbeda (Duvall dan Miller, 1985).
Kehidupan keluarga selama tahap ini penting
dan menuntut bagi orangtua. Kedua orangtua banyak menggunakan waktu mereka,
karena kemungkinan besar ibu bekerja, baik bekerja paruh waktu atau bekerja
penuh. Namun, menyadari bahwa orangtua adalah “arsitek keluarga”, merancang dan
mengarahkan perkembangan keluarga (Satir, 1983), adalah penting bagi mereka
untuk memperkokoh kemitraan mereka secara singkat, agar perkawinan mereka tetap
hidup dan lestari.
Anak-anak usia prasekolah harus banyak
belajar pada tahap ini, khususnya dalam hal kemadirian. Mereka harus mencapai otonomi
yang cukup dan mampu memenuhi kebutuhan sendiri agar dapat menangani diri
mereka sendiri tanpa campur tangan orangtua mereka dimana saja. Pengalaman di
kelompok bermain, taman kanak-kanak, Project Head Start, pusat perawatan
sehari, atau program-program sama lainnya merupakan cara yang baik untuk
membantu perkembangan semacam ini. Program-program prasekolah yang terstruktur
sangat bermanfaat dalam membantu orangtua dengan anak usia prasekolah yang
berasal dari dalam kota dan berpendapatan rendah. Peningkatan yang tajam dalam
IQ dan keterampilan sosial telah dilaporkan terjadi setelah anak menyelesaikan
sekolah taman kanak-kanak selama 2 tahun (Kraft et al, 1968).
Banyak sekali keluarga dengan orangtua
tunggal berada dalam tahap siklus kehidupan ini. Dalam tahun 1984, 50 persen
keluarga kulit hitam dan 15 persen keluarga kulit putih di Amerika Serikat
dipimpin oleh satu orangtua, dan 88 persen dari keluarga ini dikepalai oleh ibu
(Nortan and Glick, 1986). Di kalangan keluarga dengan orangtua tunggal, ketegangan
yang timbul dari peran mengasuh anak untuk anak usia prasekolah, ditambah lagi
dengan peran-peran lain adalah besar. Pusat-pusat perawatan sehari bagi bayi
dan anak usia prasekolah dengan kualitas yang layak dan baik sulit ditemukan
jika ditempatkan dikebanyakan kominitas. Ibu-ibu yang bekerja dan ibu-ibu yang
masih remaja secara khusus memerlukan fasilitas-fasilitas dan program-program
perawatan anak yang lebih baik (Adams dan Adams, 1990).
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Kini, keluarga tumbuh baik dalam jumlah maupun kompleksitas. Perlunya anak-anak usia prasekolah dan anak kecil lainnya untuk mengeksplorasi dunia sekitarnya, dan kebutuhan orangtua untuk memiliki privasi mereka sendiri menjadikan perumahan dan ruang yang adekuat sebagai masalah utama. Peralatan dan fasilitas-fasilitas juga perlu bersifat melindungi anak-anak, karena pada tahap ini kecelakaan menjadi penyebab utama kematian dan cacat. Mengkaji keamanan rumah merupakan hal yang penting bagi perawat kesehatan komunitas dan penyuluhan kesehatan perlu dimasukkan sehingga orangtua dapat mengetahui resiko yang ada dan cara-cara menegah kecelakaan (Tabel 6).
Tabel 6. Tahap III Siklus Kehidupan Keluarga Inti
dengan anak usia pra sekolah dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga |
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
|
Keluarga dengan anak usia Prasekolah.
|
1. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga
seperti rumah, ruang bermain, privasi, keamanan.
2.
Mensosialisasikan anak.
3.
Mengintegrasi anak yang baru
sementara tetap memenuhi kebutuhan anak-anak yang lain.
4.
Mempertahankan hubungan yang
sehat dalam keluarga (hubungan perkawinan dan hubungan orangtua dan anak) dan
di luar keluarga (keluarga besar dan komunitas).
|
Diadaptasi dari Carter dam McGoldrick (1988) ; Duvall dan Miller
(1985)
Karena daya tahan spesifik terhadap banyak bakteri dan penyakit
virus dan paparan yang meningkat, anak-anak usia prasekolah sering menderita
sakit dengan satu penyakit infeksi minor secara bergantian. Penyakit infeksi
sering terjadi bolak-balik dalam keluarga. Sering ke dokter, merawat anak-anak
yang sakit, kembali ke rumah untuk menjemput anak sakit dari taman kanak-kanak
merupakan krisis mingguan. Jadi kontak anak dengan penyakit infeksi dan menular
dan kerentanan umum mereka terhadap penyakit merupakan masalah-masalah
kesehatan utama.
Kecelakaan, jatuh, luka bakar dan laserasi juga cukup sering
terjadi. Kejadian-kejadian ini lebih sering ditemukan dalam keluarga besar,
keluarga di mana pengasuh dewasa tidak ada (orangtua sering tidak di rumah),
dan keluarga dengan pendapatan rendah. Keamanan lingkungan dan pengawasan anak
yang adekuat merupakan kunci untuk mengurangi kecelakaan.
Suami-ayah menerima lebih banyak keterlibatan dalam tanggungjawab
rumah tangga selama tahap perkembangan keluarga ini daripada tahap lain,
persentase terbesar dalam tahap ini digunakan untuk aktifitas perawatan anak.
Keterlibatan ayah dalam perawatan anak saat ini benar-benar penting, karena
hubungan ini dengan anak usia prasekolah dapat membantu anak mengindentifikasi
jenis kelaminnya. Khusus bagi anak laki-laki dalam usia 5 tahun, penting sekali
bagi mereka untuk bergaul secara rapat dengan lingkungan terbatas yang kuat,
ayah yang hanya atau pengganti ayah sehingga identitas peran laki-laki dapat
terbentuk (Walters, 1976).
Peran yang lebih matang juga diterima oleh anak-anak usia
prasekolah, yang secara perlahan-lahan menerima lebih banyak tanggungjawab
perawatan dirinya sendiri, plus membantu ibu atau ayah dalam melakukan
pekerjaan rumah tangga. Di sini bukan produktifitas anak yang penting,
melainkan proses belajar yang
berlangsung.
Berlawanan dengan harapan, penelitian membuktikan bahwa kelahiran
anak kedua dalam keluarga memiliki efek yang bahkan lebih merusak hubungan
perkawinan dari pada kelahiran anak pertama. Feldman (1961) melaporkan bahwa
peran orangtua membuat peran-peran perkawinan lebih sulit, seperti terungkap
dalam observasi berikut ini : pasangan suami istri masing-masing merasakan
perubahan kepribadian yang negatif ; mereka kurang puas dengan keadaan di
rumah, terdapat banyak interaksi yang berorientasi pada tugas, pembicaraan
pribadi lebih sedikit dan pembicaraan yang berpusat pada anak lebih banyak,
kehangatan yang diberikan kepada anak lebih banyak dari pada yang diberikan
satu sama lain, dan tingkat kepuasan hubungan seksual lebih rendah (Feldman,
1969).
Penelitian yang cukup terkenal ini paralel dengan laporan dan
observasi para konselor keluarga bahwa hubungan perkawinan sering mengalami
keguncangan dalam tahap siklus ini. Sebenarnya, banyak sekali perceraian yang
terjadi dalam tahun-tahun seperti ini karena ikatan perkawinan yang lemah atau
tidak memuaskan. Privasi dan waktu bersama merupakan kebutuhan yang utama.
Konseling perkawinan dan kelompok-kelompok pertemuan perkawinan merupakan
sumber-sumber yang penting dikalangan kelas menengah. Akan tetapi keluarga
tanpa sumber-sumber ekonomi, hanya memiliki bantuan yang terbatas untuk
memperkokoh upaya penyelamatan perkawinan. Terdapat trend bagi para pastur dan
pendeta untuk menjadi terlatih sebagai konselor perkawinan dan konselor
keluarga yang tidak bisa mengupayakan terapi pribadi.
Tugas utama dari keluarga adalah
mensosialisasikan anak. Anak-anak usia prasekolah mengembangkan sikap diri
sendiri (konsep diri) dan dapat secara cepat belajar mengekspresikan diri
mereka, seperti tampak dalam kemampuan menangkap bahasa dengan cepat.
Tugas lain selama masa ini menyangkut
bagaimana mengintegrasikan anggota keluarga yang baru (anak kedua dan ketiga)
semasa masih memenuhi kebutuhan anak yang lebih tua. Penggeseran seorang anak
oleh bayi baru lahir secara psikologis merupakan suatu kejadian traumatik.
Persiapan anak-anak menjelang kelahiran seorang bayi membantu memperbaiki
situasi, khususnya jika orangtua sensitif terhadap perasaan dan tingkah laku
anak yang lebih tua. Persaingan dikalangan kakak beradik (sibling rivalry)
biasanya diungkapkan dengan memukul atau berhubungan secara negatif dengan
bayi, tingkah laku regresif, melakukan
kegiatan-kegiatan yang menarik perhatian. Cara terbaik menangani persaingan
dikalangan kakak adik adalah dengan
meluangkan waktu setiap hari untuk berhubungan lebih erat dengan anak
yang lebih tua untuk meyakinkannya bahwa ia masih dicintai dan dikehendaki.
Kira-kira saat anak mencapai usia
prasekolah, orangtua memasuki tahap
pengasuhan anak yang ketiga, salah satunya belajar berpisah dari anak-anak
ketika mereka mulai masuk ke kelompok bermain, tempat penitipan anak, atau
taman kanak-kanak. Tahap ini berlangsung terus selama usia prasekolah hingga
memasuki awal usia sekolah. Pisah
seringkali terasa sulit bagi orangtua dan mereka perlu mendapat dukungan dan
penjelasan tentang bagaimana penguasaan tugas-tugas perkembangan anak usia prasekolah memberikan kontribusi
untuk semakin meningkatnya otonomi mereka.
Pisah dari orangtua juga sulit bagi
anak-anak usia prasekolah. Pisah dapat terjadi karena orangtua pergi bekerja,
ke rumah sakit, melakukan perjalanan atau berlibur. Persiapan keluarga untuk
pisah dengan anak sangat penting dalam membantu anak menyesuaikan diri terhadap
perubahan.
Membantu keluarga untuk mendapatkan
pelayanan keluarga berencana setelah kelahiran seorang bayi, atau melanjutkan
kontrasepsi jika tidak terdapat kehamilan, juga diindikasikan. Misalnya, adalah
tidak biasa bagi seorang wanita untuk berhenti menggunakan alt kontrasepsi
karena terlambat haid dengan keyakinan bahwa ia hamil, hanya untuk mencari tahu
apakah kehamilannya terjadi karena hubungan seks tanpa perlindungan
kontrasepsi.
Kedua orangtua perlu memiliki kesenangan
dan kontak di luar rumah untuk mengawetmudakan mereka sehingga mereka dapat
melaksanakan berbagai tugas-tugas dan tanggungjawab di rumah. Orangtua dari
golongan kelas rendah dan orang tunggal sering tidak punya kesempatan untuk
melakukan hal ini, dan keluarga-keluarga ini mendapat kepuasan paling sedikit
terhadap pergaulan mereka dan komunitas yang lebih luas karena posisi mereka
yang terasing dan kekurangan sumber-sumber yang tersedia bagi mereka.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Banyak sekali masalah kesehatan yang telah diidentifikasi
sepanjang pembahasan kita tentang keluarga dengan anak usia prasekolah. Seperti
telah dinyatakan sebelumnya, masalah kesehatan fisik yang utama adalah
penyakit-penyakit menular yang lazim pada anak dan jatuh, luka bakar, keracunan
dan kecelakaan-kecelakaan yang lain yang terjadi selama usia prasekolah.
Masalah-masalah kesehatan psikososial
keluarga yang utama adalah hubungan perkawinan. Beberapa studi mencoba meneliti
menurunnya kepuasan yang dialami oleh banyak pasanga selama tahun-tahun ini dan
perlunya penanganan terhadap masalah ini untuk memperkokoh dan memberikan
semangat pada unit lain yang vital ini. Masalah-masalah kesehatan lain yang
penting adalah persaingan diantara kakak-adik, keluarga berencana, kebutuhan
pertumbuhan dan perkembangan, masalah-masalah pengasuhan anak seperti membatasi
lingkungan (disiplin), penganiayaan dan menelantarkan anak, keamanan di rumah
dan masalah-masalah komunikasi keluarga.
Strategi-strategi promosi kesehatan umum
berhubungan erat selama tahap ini, karena tingkah laku gaya hidup yang
dipelajari selama masa kanak-kanak dapat menyebabkan konsekuensi-konsekuensi
jangka pendek dan jangka panjang. Pendidikan kesehatan keluarga diarahkan pada
pencegahan masalah-masalah kesehatan utama seperti merokok, penyahagunaan
obat-obatan dan alkohol, seksualitas manusia, keselamatan, diet dan nutrisi,
olahraga dan penanganan stress/dukungan sosial. “Tujuan utama bagi para perawat
yang bekerja dengan keluarga dan anak usia prasekolah adalah membantu mereka
membentuk gaya hidup yang sehat dan memfasilitasi pertumbuhan fisik,
intelektual, emosional dan sosial secara optimal. (Wilson, 1088, hal. 177).
Kemungkinan diagnosa
Ø Resiko cidera
Ø Resiko trauma
Ø Resiko keracunan
Ø Resiko infeksi
Ø Gangguan penanganan pemeliharaan rumah
Ø Perubahan menjadi orang tua
Ø Perubahan pertumbuhan dan perkembangan
Ø Gangguan komunikasi verbal
Peran perawat
Ø Monitor perkembangan awal masa kanak-kanak, perujukan bila ada
indikasi
Ø Pendidik dalam tindakan pertolongan pertama dan kedaruratan
Ø Koordinator dg layanan pediatri
Ø Penyelia imunisasi
Ø Konselor pada nutrisi dan latihan
Ø Pendidik dlm isu pemecahan masalah mengenai kebiasaan kesehatan
Ø Pendidik tentang higiene perawatan gigi
Ø Konselor pada keamanan lingkungan di rumah
Ø Fasilitator dalam hubungan interpersonal
d. Tahap IV : Keluarga dengan Anak Usia Sekolah
Tahap ini dimulai ketika anak pertama
telah berusia 6 tahun dan mulai masuk sekolah dasar dan berakhir pada usia 13
tahun, awal dari masa remaja. Keluarga biasanya mencapai jumlah anggota
maksimum, dan hubungan keluarga di akhir tahap ini (Duvall, 1977). Lagi-lagi
tahun-tahun pada masa ini merupakan tahun-tahun yang sibuk. Kini, anak-anak
mempunyai keinginan dan kegiatan-kegiatan masing-masing, disamping
kegiatan-kegiatan wajib dari sekolah dan dalam hidup, serta kegiatan-kegiatan
orangtua sendiri. Setiap orang menjalani tugas-tugas perkembangannya
sendiri-sendiri, sama seperti keluarga berupaya memenuhi tugas-tugas
perkembangannya sendiri (Tabel 7). Menurut Erikson (1950), orangtua berjuang
dengan tuntutan ganda yaitu berupaya mencari kepuasan dalam mengasuh generasi
berikutnya (tugas perkembangan generasivitas) dan memperhatikan perkembangan
mereka sendiri ; sementara anak-anak usia sekolah bekerja untuk mengembangkan sense
of industry – kapasitas untuk menikmati pekerjaan dan mencoba mengurangi
atau menangkis perasaan rendah diri.
Tabel 7. Tahap IV Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan anak usia sekolah,
dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga |
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
|
Keluarga dengan anak usia sekolah
|
1.
Mensosialisasikan anak-anak,
termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan dengan
teman sebaya yang sehat.
2.
Mempertahankan hubungan
perkawinan yang memuaskan.
3.
Memenuhi kebutuhan kesehatan
fisik anggota keluarga
|
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller
(1985)
Tugas orangtua pada tahap ini adalah untuk belajar menghadapi pisah
dengan atau lebih sederhana, membiarkan anak pergi. Lama kelamaan hubungan
dengan teman sebaya dan kegiatan-kegiatan diluar rumah akan memainkan peranan
yang lebih besar dalam kehidupan anak usia sekolah tersebut. Tahun-tahun ini
dipenuhi oleh kegiatan-kegiatan keluarga, tapi ada juga kekuatan-kekuatan yang
secara perlahan-lahan mendorong anak tersebut pisah dari keluarga sebagai persiapan menuju masa remaja.
Orangtua yang mempunyai perhatian diluar anak mereka akan merasa lebih mudah
membuat perpisahan yang perlahan-lahan. Akan tetapi, dalam contoh-contoh dimana
peran ibu merupakan sentral dan satu-satunya peran yang signifikan dalam
kehidupan wanita, maka proses pisah ini merupakan sesuatu yang menyakitkan dan
dipertahankan mati-matian.
Selama tahap ini orangtua merasakan tekanan yang luar biasa dari
komunitas di luar rumah melalui sistem sekolah dan berbagai asosiasi di luar
keluarga yang mengharuskan anak-anak mereka menyesuaikan diri dengan
standa-standar komunitas bagi anak. Hal ini cenderung mempengaruhi
keluarga-keluarga kelas menengah untuk lebih menekankan nlai-nilai tradisional
pencapaian dan produktifitas, dan menyebabkan sejumlah keluarga dari kelas
pekerja dan banyak keluarga miskin merasa tersingkir dari dan konflik dengan
sekolah dan / atau nilai-nilai komunitas.
Kecacatan pada anak-anak akan ketahuan selama periode kehidupan anak
ini. Para perawat sekolah dan guru akan mendeteksi banyak defek penglihatan,
pendengaran, wicara, selain kesulitan belajar, gangguan tingkah laku, dan
perawatan gigi yang tidak adekuat, penganiayaan anak, penyalahgunaan zat dan
penyakit-penyakit menular (Edelman dan Mandle, 1986). Bekerja dengan keluarga
dengan peran sebagai konselor dan pendidik dalam bidang kesehatan, selain untuk
memulai rujukan yang layak untuk skrining lanjutan, membutuhkan energi yang
sangat banyak dari seorang perawat sekolah. Ia juga bertindak sebagai
narasumber bagi guru sekolah, memungkinkan guru mampu menangani
kebutuhan-kebutuhan kesehatan individu atau yang telah lazim dari siswa-siswa
secara lebih efektif.
Ada banyak keadaan cacat yang terdeteksi selama tahun-tahun sekolah,
termasuk epilepsi serebral palsi, retardasi mental, kanker, kondisi ortopedik.
Fungsi pertama perawat kesehatan disini disamping fungsi rujukan, mengajar dan
memberikan konseling kepada orangtua mengenai kondisi tersebut akan membantu
keluarga melakukan koping sehingga pengaruh yang merugikan dari cacat tersebut
pada keluarga dapat diminimalkan.
Bagi anak-anak dengan masalah tingkah laku, perawat keluarga di
sekolah, klinik, kantor, dokter dan lembaga-lembaga komunitas harus
mengupayakan keterlibatan orangtua secara
aktif. Memulai rujukan untuk konseling/terapi keluarga sering amat bermanfaat
dalam membantu keluarga agar sadar akan masalah-masalah keluarga yang mungkin
akan mempengaruhi anak usia sekolah secara merugikan. Jika orangtua dapat
menata kembali masalah tingkah laku anak sebagai sebuah masalah keluarga yang
berupaya mencari resolusi dengan fokus yang baru tersebut, akan tercapai lebih
banyak fungsi-fungsi keluarga dan tingkah laku anak yang sehat (Bradt, 1988)
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Salah satu tugas orangtua yang sangat penting dalam
mensosialisasikan anak pada saat ini meliputi meningkatkan prestasi anak pada
saat ini meliputi meningkatkan prestasi anak di sekolah. Tugas keluarga yang
signifikan lainnya adalah mempertahankan hubungan perkawinan yang bahagia.
Sekali lagi dilaporkan bahwa kebahagiaan perkawinan selama tahap ini menurun.
Dua buah penelitian yang besar menguatkan observasi ini (Burr, 1970 ; Rollins
dan Feldman, 1970). Meningkatkan komunikasi yang terbuka dan mendukung hubungan
suami istri merupakan hal yang vital dalam bekerja dengan keluarga dan anak
usia sekolah.
Kemungkinan diagnosa dan peran
perawat sama dengan keluarga dengan anak usia pra sekolah
e. Tahap V : Keluarga dengan Anak Remaja
Ketika anak pertama melewati umur 13 tahun, tahap kelima dari siklus
kehidupan keluarga dimulai. Tahap ini berlangsung selama 6 hingga 7 tahun,
meskipun tahap ini dapat lebih singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih
awal atau lebih lama jika anak masih tinggal di rumah hingga 19 atau 20 tahun.
Anak-anak lain dalam rumah biasanya masih dalam usia sekolah. Tujuan keluarga
yang terlalu enteng pada tahap ini yang melonggarkan ikatan keluarga
memungkinkan tanggungjawab dan kebebasan yang lebih besar bagi remaja dalam
persiapan menjadi dewasa muda (Duvall, 1977).
Preto (1988) dalam membahas tentang transformasi sistem keluarga
dalam masa remaja, menguraikan metamorfosis keluarga yang terjadi. Metamorfosis
ini meliputi “pergeseran yang luar biasa pada pola-pola hubungan antar
generasi, dan sementara pergeseran ini
pada awalnya ditandai dengan kematangan fisik remaja, pergeseran ini seringkali
sejalan dan bertepatan dengan perubahan pada orangtua karena mereka memasuki
pertengahan hidup dan dengan transformasi utama yang dihadapi oleh kakek nenek
dalam usian tua”
Tahap kehidupan keluarga ini mungkin yang paling sulit, atau sudah
tentu yang paling banyak diperbincangkan dan ditulis (Kidwell et al, 1983).
Keluarga Amerika dipengaruhi oleh tugas-tugas perkembangan remaja dan orangtua
dan menciptakan konflik dan kekacauan yang luar biasa yang tidak bisa
dihindarkan. Tugas perkembangan remaja menghendaki pergerakan dari ketergantungan dan kendali
orangtua dan orang dewasa lainnya, melalui periode aktifitas dan pengaruh
kelompok teman sebaya yang kokoh hingga saat menerima peran-peran orang dewasa
(Adams, 1971).
Tantangan utama dalam bekerja dengan keluarga dengan anak remaja
bergerak sekitar perubahan perkembangan yang dialami oleh remaja dalam batasan
perubahan kognitif, pembentukan identitas, dan pertumbuhan biologis (Kidwell et
al, 1983), serta konflik-konflik dan krisis yang berdasarkan perkembangan. Adams (1971) menguraikan tiga aspek proses perkembangan
remaja yang menyita banyak perhatian, yakni emansipasi (otonomi yang
meningkat), budaya orang muda (perkembangan hubungan teman sebaya), kesenjangan
antar generasi (perbedaan nilai-nilai dan norma-norma antara orangtua dan
remaja).
Peran, Tanggungjawab dan Masalah Orangtua.
Tidak perlu dikatana bahwa orangtua mengasuh remaja merupakan tugas
paling sulit saat ini. Namun demikian, orangtua perlu tetap tegar menghadapi
ujian batas-batas yang tidak masuk akan tersebut, yang telah terbentuk dalam
keluarga ketika keluarga mengalami proses “melepaskan.” Duvall (1977) juga
mengidentifikasi tugas-tugas perkembangan yang penting pada masa ini yang
menyelaraskan kebebasan dengan tanggungjawab ketika remaja menjadi matang dan
mengatur diri mereka sendiri. Friedman
(1957) juga mendefinisikan serupa bahwa tugas orangtua selama tahap ini adalah
belajar menerima penolakan tanpa meninggalkan anak.
Ketika orangtua menerima remaja apa adanya, dengan segala kelemahan
dan kelebihan mereka, dan ketika mereka menerima sejumlah peran mereka pada
tahap perkembangan ini tanpa konflik atau sensitivitas yang tidak pantas,
mereka membentu pola untuk semacam penerimaan diri yang sama. Hubungan antara
orangtua dan remaja seharusnya lebih mulus bila orangtua merasa produktif, puas
dan dapat mengendalikan kehidupan mereka sendiri (Kidwell et al, 1983) dan
orangtua/keluarga berfungsi secara fleksibel (Preto, 1988).
Schultz (1972) dan lain-lain telah mengungkapkan pandangan mereka
bahwa kompleksitas kehidupan Amerika yang telah meningkat telah membuat peran
orangtua tidak jelas. Orangtua merasa berkompetisi dengan berbagai kegiatan
sosial dan institusi – mulai dari otoritas sekolah dan konselor hingga keluarga
berencana dan seks pranikah dan pilihan kumpul kebo. Faktor-faktor lain
menambah pengaruh mereka yang semakin berkurang tersebut. Karena adanya
spesialisasi jabatan dan profesi, orangtua tidak lagi bisa membantu anak-anak
mereka dengan rencana-rencana untuk bekerja. Mobilitas penduduk dan kurangnya
hubungan orang dewasa yang kontinu bagi remaja dan orangtua, selain
ketidakmampuan banyak orangtua untuk mendiskusikan masalah-masalah pribadi,
seks, dan masalah-masalah yang berkaitan dengan obat-obatan secara terbuka dan
tidak menghakimi bersama anak-naka mereka juga memberikan kontribusi pada
masalah-masalah orangtua-remaja.
Tabel 8. Tahap Siklus V Kehidupan
Keluarga Inti dengan anak remaja danTugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang
Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga |
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
|
Keluarga dengan anak remaja
|
1.
Menyeimbangkan kebebasan dan
tanggungjawab ketika remaja menjadi dewasa dan semakin mandiri.
2.
Memfokuskan kembali hubungan
perkawinan.
3.
Berkomunikasi secara terbuka
antara orangtua dan anak-anak.
|
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller
(1985)
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Tugas perkembangan yang utama dan pertama adalah menyeimbangkan
kebebasan dengan tanggungjawab ketika remaja matur dan semakin mandiri (Tabel
8). Orangtua harus mengubah hubungan mereka dengan remaja putri atau putranya
secara progresif dari hubungan dependen yang dibentuk sebelumnya ke arah suatu hubungan
yang semakin mandiri. Pergeseran yang terjadi pada hubungan anak-orangtua ini
salah satu hubungan khas yang penuh dengan konflik-konflik sepanjang jalan.
Agar keluarga dapat beradaptasi dengan sukses selama tahap ini,
semua anggota keluarga, khususnya orangtua, harus membuat “perubahan sistem”
utama yaitu, membentuk peran-peran dan norma-norma baru dan “membiarkan”
remaja. Kidwell dan kawan-kawan (1983) meringkas perubahan yang diperlukan ini.
“Secara paradoks, sistem (keluarga) yang dapat membiarkan anggotanya adalah
sistem yang akan bertahan dan menghasilkan sistem itu sendiri secara efektif
pada generasi-generasi berikutnya”.
Orangtua yang dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka
sendiri, tidak membiarkan anak-anaknya, seringkali menemukan “revolusi” oleh
remaja bila perpisahan berlangsung kemudian. Orangtua dapat juga mempercayai
anak agar mandiri secara prematur, dengan mengabaikan kebutuhan-kebutuhan
ketergantungannya. Dalam hal ini remaja dapat gagal mencapai kemandirian
(Wright dan Leahey, 1984).
Menyangkut tiga tahap terakhir, hubungan perkawinan juga merupakan
pusat perhatian. Tugas perkembangan keluarga yang kedua bagi pasangan suami
istri adalah memfokuskan kembali hubungan perkawinan (Wilson, 1988). Banyak sekali pasangan suami istri
yang telah begitu terikat dengan tanggungjawab sebagai orangtua sehingga
perkawinan tidak lagi memainkan suatu peran utama dalam kehidupan mereka. Suami
biasanya menghabiskan banyak waktu diluar rumah karena bekerja dan melanjutkan
kariernya, sementara itu, istrinya juga bekerja sementara itu, istrinya juga
bekerja sementara mencoba meneruskan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga dan
tanggungjawab sebagai orangtua. Dalam situasi seperti ini, hanya tersisa
sedikit waktu dan energi untuk hubungan perkawinan.
Akan tetapi disisi lain, karena anak-anak lebih bertanggungjawab
terhadap diri mereka sendiri, pasangan
suami-istri meninggalkan rumah untuk meniti karier mereka atau dapat
menciptakan kesenangan-kesenangan perkawinan setelah anak-anaknya telah meninggalkan
rumah (postparental). Mereka dapat mulai membangun fondasi untuk tahap
siklus kehidupan keluarga berikutnya.
Tugas perkembangan keluarga yang ketiga yang mendesak adalah untuk
para anggota keluarga, khususnya
orangtua dan remaja, untuk berkomunikasi secara terbuka. Karena adanya
kesenjangan antar generasi, komunikasi terbuka seringkali hanya merupakan suatu
cita-cita, bukan suatu realita. Seringkali terdapat saling tolak menolak antara
orang tua dengan remaja menyangkut nilai dan gaya hidup. Orangtua yang berasal dari
keluarga dengan berbagai macam masalah terbukti
seringkali menolak dan memisahkan diri dari anak mereka yang tertua,
sehingga mengurangi sauran-saluran komunikasi terbuka yang mungkin telah ada sebelumnya.
Mempertahankan etika dan standar moral keluarga merupakan tugas
perkembangan keluarga lainnya (Duvall dan Miller, 1985). Meskipun aturan-aturan
dalam keluarga perlu diubah, etika dan standar moral keluarga perlu tetap dipertahankan oleh orangtua.
Sementara remaja mencari nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan mereka
sendiri, adalah sangat penting bagi
orangtua untuk mempertahankan dan mengetatkan
prinsip-prinsip dan standar-standar mereka. Remaja sangat sensitif
dengan ketidakcocokkan antara apa dikatakan dengan apa yang dipraktikkan. Namun
demikian, orangtua dan anak-anak dapat belajar dari satu dan sama lain dalam
masyarakat yang majemuk dan berubah dengan cepat ini saat ini. Transformasi
nilai dari kaum muda juga mentransformasikan keluarga. Adopsi gaya hidup yang lebih bebas dan sederhana
mengembangkan transformasi nilai yang mempengaruhi setiap saat kehidupan
keluarga (Yankelowich, 1975).
Masalah-Masalah Kesehatan.
Pada tahap ini kesehatan fisik anggota keluarga biasanya baik, tapi
promosi kesehatan tetap menjadi hal yang penting. Faktor-faktor resiko harus
diidentifikasikan dan dibicarakan dengan keluarga, seperti pentingnya gaya hidup keluarga yang
sehat. Mulai dari usia 35 tahun, resiko penyakit jantung koroner meningkat
dikalangan pria dan pada usia ini anggota keluarga yang dewasa merasa lebih
rentan terhadap penyakit sebagai bagian dari perubahan-perubahan perkembangan
dan biasanya mereka ini menerima strategi-strategi promosi kesehatan. Sedangkan
pada remaja, kecelakaan-terutama kecelakaan mobil-merupakan bahaya yang amat besar,
dan patah tulang dan cidera karena atletik juga umum terjadi.
Penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol, keluarga berencana,
kehamilan yang tidak dikehendaki, dan pendidikan dan konseling seks merupakan
bidang-bidang perhatian yang relevan. Dalam mendiskusikan topik ini dengan
keluarga, perawat dapat terjebak dalam perselisihan atau masalah antara
orangtua dan kaum muda. Remaja biasanya mencari pelayanan kesehatan menyangkut
uji kehamilan, penggunaan obat-obatan, uji AIDS, keluarga berencana dan aborsi,
diagnosis dan perawatan penyakit kelamin. Agaknya telah menjadi trend yang sah
bagi remaja untuk menerima perawatan kesehatan tanpa izin orangtua. Bila
orangtua diikutsertakan maka dilakukan wawancara terpisah sebelum mereka
dikumpulkan.
Kebutuhan kesehatan yang lain adalah dalam bidang dukungan dan
bantuan untuk memperkokoh hubungan perkawinan dan hubungan remaja dengan
orangtua. Konseling langsung yang bersifat menunjang dan memulai rujukan ke
sumber-sumber dalam komunitas untuk konseling, dan juga pendidikan yang
bersifat rekreasional, dan pelayanan lainnya mungkin diperlukan. Pendidikan
promosi kesehatan umum juga diindikasikan.
Kemungkinan diagnosa
Ø Resiko trauma
Ø Gangguan komunikasi verbal
Ø Koping individu tidak efektif
Ø Perubahan menjadi orang tua
Ø Perubahan proteksi
Ø Perubahan proses keluarga : Alkoholisme
Peran perawat
Ø Pendidik tentang faktor-faktor
resiko terhadap kesehatan
Ø Pendidik dalam issu pemecahan
masalah mengenai alkohol, merokok, diit dan latihan
Ø Fasilitator tentang
keterampilan-keterampilan interpersonal dengan remaja dan orang tua
Ø Pendukung, konselor, perujukan
langsung pada sumber-sumber kesehatan mental
Ø Konselor pada keluarga berencana
Ø Perujukan untuk penyakit hubungan seksual
Ø Peserta dalam organisasi komunitas
pada pengendalian penyakit
f. Tahap VI : Keluarga yang Melepaskan Anak Usia Dewasa Muda
Permulaan dari fase kehidupan
keluarga ini ditandai oleh anak pertama meninggalkan rumah orangtua dengan
“rumah kosong”, ketika anak-anak terakhir meninggalkan rumah. Tahap ini dapat
singkat atau agak panjang, tergantung pada berapa banyak anak yang ada dalam
rumah atau berapa banyak anak yang melum menikah yang masih tinggal di rumah
setelah tamat dari SMA dan perguruan tinggi. Meskipun tahap ini biasanya 6 atau
7 tahun, dalam tahun-tahun belakangan ini, tahap ini berlangsung lebih lama
dalam keluarga dengan dua orangtua, mengingat anak-anak yang lebih tua baru
meninggalkan orangtua setelah selesai sekolah dan mulai bekerja. Motifnya
adalah seringkali ekonomi-tingginya biaya hidup bila hidup sendiri. Akan
tetapi, trend yang meluas dikalangan dewasa muda, yang umumnya menunda
perkawinan, hidup terpisah dan mandiri dalam tatanan hidup mereka sendiri. Dari
sebuah survey besar yang dilakukan terhadap orang Kanada ditemukan bahwa
anak-anak yang berkembangan dalam keluarga dengan orangtua tiri dan keluarga
dengan orangtua tunggal meninggalkan rumah lebih dini dari pada mereka yang
dibesarkan dalam keluarga dengan dua orangtua. Perbedaan ini tidak dipandang
karena dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, melainkan karena perbedaan
orangtua dan lingkungan keluarga (Mitchel et al, 1989).
Fase ini ditandai oleh tahun-tahun
puncak persiapan dari dan oleh anak-anak untuk kehidupan dewasa yang mandiri.
Orangtua, karena mereka membiarkan anak mereka pergi, melepaskan 20 tahun peran
sebagai orangtua dan kembali pada pasangan perkawinan mereka yang asli.
Tugas-tugas perkembangan menjadi penting karena keluarga tersebut berubah dari
sebuah rumah tangga dengan anak-anak ke sebuah rumah tangga yang hanya terdiri
dari sepasang suami dan isteri. Tujuan utama keluarga adalah reorganisasi
keluarga menjadi sebuah unit yang tetap berjalan sementara melepaskan anak-anak
yang dewasa kedalam kehidupan mereka sendiri (Duvall, 1977). Selama tahap ini
pasangan tersebut mengambil peran sebagai kakek nenek-perubahan lainnya dalam
peran maupun dalam citra diri mereka.
Usia pertengahan awal, yang
merupakan usia rata-rata di mana para orangtua melepaskan anak mereka yang
tertua ditandai sebagai masa kehidupan yang “terperangkap” ; terperangkap
antara tuntutan-tuntutan kaum muda dan harapan-harapan dari mereka yang lebih
tua dan terperangkap antara dunia kerja dan tuntutan yang bersaing dan
keterlibatan keluarga, dimana seringkali tampaknya tidak mungkin memenuhi
tuntutan-tuntutan dari kedua bidang tersebut. Akan tetapi studi-studi
membuktikan bahwa mereka yang berusia pertengahan mungkin merasa tertekan atau
terjepit diantara kutub orangtua dan muda, paling tidak bagi individu-individu
golongan kelas menengah dan kelas atas, mereka senantiasa dapat
mengapresiasikan bagaimana mereka dan prestasi mereka : “Mereka senantiasa
mengetahui bahwa mereka adalah para pembuatan
keputusan negara ; mereka yang menggambarkan kualitas umum kehidupan
dalam masyarakat ini. Masyarakat tergantung kepada kepemimpinan dan
produktifitas dari orang yang berasal dari golongan usia pertengahan (Kerchoff,
1976).
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Sebagaimana keluarga membantu anak
tertua dalam melepaskan diri, orangtua juga membantu anak mereka yang lebih
kecil agar mandiri. Dan ketiga anak laki-laki atau perempuan yang “dilepas”
menikah, tugas keluarga adalah memperluas siklus keluarga dengan memasukkan
anggota keluarga yang baru lewat perkawinan dan menerima nilai-nilai dan gaya
hidup dari pasangan itu sendiri (Tabel 9)
Tabel 9. Tahap VI Siklus Kehidupan Keluarga
Inti yang melepaskan anak usia dewasa muda dan Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga |
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
|
Keluarga melepas anak dewasa muda
|
1. Memperluas siklus keluarga dengan
memasukkan anggota keluarga baru yang didapatkan melalui perkawinan
anak-anak.
2. Melanjutkan untuk memperbaharui
dan menyesuaikan kembali hubungan perkawinan.
3. Membantu orangtua lanjut usia dan
sakit-sakitan dari suami maupun istri.
|
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988),
Duvall dan Miller (1985)
Dengan rumah yang telah kosong, orangtua
memiliki waktu lebih banyak untuk mencurahkan perhatian pada kegiatan-kegiatan
dan hubungan-hubungan lain. Mereka tidak tumbuh saling berjauhan dari satu sama
lain dimana mereka tidak dapat melembagakan atau membentuk kembali peran suami
dan isteri yang pernah mereka lakukan. LeShan (1973) memandang tahap ini
sebagai tantangan bagi hubungan perkawinan. Ketika anak-anak meninggalkan
rumah, perkawinan menghadapi momen kebenaran ; apakah ada cukup kekuatan untuk
mempertahankannya tanpa alasan kedudukan sebagai orangtua?.
Masa ini biasanya jauh lebih sulit bagi
wanita daripada pria. Pada kebanyakan keluarga, peran sentral dan abadi – abadi
dalam arti bahwa peran tersebut telah
berlangsung selama 20 tahun-bagi wanita adalah peran sebagai seorang ibu.
Meskipun saat ini kurang lazim karena banyak wanita sekolah atau meniti karier,
identitas dan perasaan kompetensi wanita didasarkan pada menjadi sebagai
seorang ibu yang baik. Meskipun tahun-tahun perpisahan dengan anak yang berlangsung perlahan-lahan mendahului
tahap ini, pelepasan anak secara psikologis seringkali terjadi secara mendadak.
Dengan perginya anak, ibu yang tidak lagi bekerja menemukan dirinya sendiri
dalam sebuah rumah yang bersih (tidak ada banyak pekerjaan lagi) dan tidak lagi
tempat yang dituju atau tujuan terhadap eksistensinya. Suami-suami dari
golongan menengah keatas pada puncak kariernya menghabiskan banyak waktu di
luar rumah, masa-masa untuk meraih sukses dalam jabatan, finansial, dan profesi
dan mencoba memenuhi aspirasi mereka
sebelum terlambat. Banyak wanita yang begitu asyik dengan anak-anaknya sehingga
tidak mempersiapkan diri untuk tahap kehidupan mereka ini dan tidak mempunyai
komitmen-komitmen yang sama-sama akan dipenuhi yang mana dalam
komitmen-komitmen tersebut dalam rangka untuk menginvestasikan tenaga dan
talenta mereka. Krisis pada usia pertengahan lebih hebat bagi wanita bukan
hanya karena anak-anak meninggalkan rumah dan ketidakhadiran suami mereka,
melainkan juga karena perasaan kehilangan feminitas pada awal manupouse
(biasanya antara 45 hingga 55 tahun) dan kehilangan kecantikan ketika
tanda-tanda ketuaan mulai tampak. Jika seorang wanita mempunyai komitmen di luar
rumah (mis, bekerja dan kegemaran), biasanya ia memiliki masalah yang jauh
lebih sedikit daripada ia tetap berada di rumah menjalankan fungsi peran
tradisional sebagai ibu rumah tangga dan seorang ibu secara penuh.
Pria dalam masa usia pertengahan juga
menghadapi krisis perkembangan. Salah satu kemungkinan krisis tersebut adalah
dorongan untuk maju dalam karier dan realisasi bahwa mereka belum berhasil dan belum mencapai aspirasi mereka. Juga
tanda-tanda menurunnya maskulinitas, seperti tenaga menurun, potensi dan gairah
seks berkurangnya, dan juga figur, rambut, tanda-tanda kulit menua dan cemas
dalam hal keuangan ; semuanya merupakan stressor bagi pria dalam tahap siklus
kehidupan keluarga ini, dan menekankan krisis perkembangan usia pertengahan yang
terjadi.
Friedman (1957) mengulangi pernyataan
pentingnya hubungan perkawinan dengan menggolongkan tahap perkembangan orangtua
pada titik ini dalam siklus kehidupan keluarga sebagai pembentuk suatu
kehidupan baru bersama-sama. Tugas perkembangan penting lainnya dari keluarga
dengan usia pertengahan adalah membantu mertua dari suami dan istri yang lanjut
usia dan sakit-sakitan. Meskipun perawatan orangtua yang lanjut usia dan/atau
tidak mandiri bukanlah fungsi yang diharapkan dari keluarga Amerika dengan pengecualian
pada beberapa kelompok etnis, suami dan istri diharapkan dapat membantu dan
menyokong anggota keluarga yang lebih tua semaksimal mungkin. Aktifitas
tersebut dapat dilakukan dalam berbagai bentuk – mulai dari menelepon secara
rutin hingga bantuan finansial, transportasi dan mengunjungi serta merawat
orangtua mereka di rumah. Di Amerika, keluarga hanya bertanggungjawab atas
generasi berikutnya, keturunan, dan hanya untuk satu generasi sebelumnya yaitu
orangtua (Kalish, 1975).
Keluarga dengan tiga generasi, meskipun
bukan pada pola biasa, namun hal ini bukan tidak lazim, khusus pada
keluarga-keluarga etnis Asia, Spanyo-Portugis, Yunani, Italia, dan Keluarga
Yahudi. Paling sering di Amerika Serikat, keluarga dengan multi generasi
tampaknya akan berkembang terutama bil keluarga inti dipecah oleh kematian dan
pereceraian, tapi kelayakan keuangan atau kebutuhan perawatan anak juga
mendorong tatanan kehidupan semacam itu. Sebenarnya orangtua yang telah lanjut
usia menghendaki hidup secara mandiri
sehingga tidak mempengaruhi kehidupan anak-anak mereka, yang lebih penting
adalah untuk mempertahankan perasaan kompoten, mandiri dan privasi (Bengston et
al, 1987 ; Troll, 1971). Orangtua juga harus menyingkirkan keputusan mereka
untuk menempatkan orangtua mereka di panti perawatan atau fasilitas pensiunan
atau board-and-care selama tahun-tahun ini.
Secara singkat dapat dilihat bahwa
anak-anak akan memisahkan diri, orangtua perlu belajar lagi untuk mandiri.
Dalam menyesuaikan diri kembali, perkawinan harus terus berjalan jika
kebutuhan-kebutuhan orangtua harus dipenuhi. Orangtua harus mengatur kembali
hubungan mereka untuk berhubungan satu sama lain sebagai pasangan menikah dari
pada hanya sebagai orangtua. Agar tahap ini menjadi lengkap, anak-anak harus
mandiri sementara tetap menjaga ikatan dengan orangtua.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah utama kesehatan meliputi masalah
komunikasi kaum dewasa muda dengan orangtua mereka ; masalah-masalah transisi
peran bagi suami istri, masalah orang yang memberikan perawatan (bagi orangtua
lanjut usia) dan munculnya kondisi kesehatan tingkat kolesterol tinggi,
obesitas dan tekanan darah tinggi. Keluarga berencana bagi remaja dan dewasa
muda tetap penting. Masalah-masalah manupouse dikalangan wanita umum terjadi.
Efek-efek yang dikaitkan dengan kebiasaan minum, merokok yang lama dan praktek
diet semakin lebih jelas. Terakhir, perlunya strategi promosi kesehatan dan
“gaya hidup sehat” menjadi lebih penting bagi anggota keluarga yang dewasa.
g. Tahap VII : Orangtua Usia Pertengahan
Tahap ketujuh dari siklus kehidupan
keluarga, tahap usia pertengahan bagi orangtua, dimulai ketika anak terakhir
meninggalkan rumah dan berakhir pada saat pensiun atau kematian salah satu
pasangan. Tahap ini biasanya dimulai ketika orangtua memasuki usia 45-55 tahun
dan berakhir pada saat seorang pasangan pensiun, biasanya 16-18 tahun kemudian.
Biasanya pasangan suami istri dalam usia pertengahannya merupakan sebuah
keluarga inti meskipun masih berinteraksi dengan orangtua mereka yang lanjut
usia dan anggota keluarga lain dari keluarga asal mereka dan juga anggota
keluarga dari hasil perkawinan keturunannya. Pasangan postparental
(pasangan yang anak-anaknya telah meninggalkan rumah) biasanya tidak terisolasi
lagi saat ini ; semakin banyak pasangan usia pertengahan hidup hingga
menghabiskan sebagian masa hidupnya dalam fase postparental, dengan
hubungan ikatan keluarga hingga empat generasi, yang merupakan hal yang biasa
(Troll, 1971).
Tahun pertengahan meliputi
perubahan-perubahan pada penyesuaian perkawinan (seringkali lebih baik), pada
distribusi kekuasaan antara suami dan isteri (lebih merata), dan pada peran
(diferensiasi peran perkawinan meningkat) (Leslie dan Korman, 1989). Bagi
banyak keluarga yang kepuasan maupun status ekonominya meningkat (Rollins dan
Feldman, 1970), tahun-tahun ini dipandang sebagai usia kehidupan yang paling
baik. Misalnya, Olson, McCubbin, dkk (1983) dalam sebuah survey besar, bersifat
nasional dan representatif terhadap keluarga utuh kelas menengah yang
didominasi oleh kulit putih ditemukan bahwa kepuasan perkawinan dan keluarga,
serta kualitas hidup bertambah dan memuncak selama fase postparental.
Keluarga-keluarga usia pertengahan umumnya secara ekonomi lebih baik daripada
tahap-tahap siklus kehidupan lain (McCollough dan Rutenbergm 1988). Partisipasi
kekuatan buruh yang meningkat oleh wanita dan berpendapatan yang lebih tinggi
dari pada periode sebelumnya oleh pria bertanggungjawab untuk keamanan ekonomi
yang dialami oleh kebanyakan keluarga usia pertengahan. Kegiatan-kegiatan waktu
luang dan persahabatan yang dinikmati satu sama lain disebut faktor utama yang
menimbulkan kebahagiaan. Kepuasan seksual juga memiliki korelasi yang positif
dengan komunikasi yang lebih baik dan kepuasan perkawinan (Levin dan Levin,
1975), meskipun para suami dengan usia pertengahan mungkin mengalami penurunan
kemampuan seksual. Komunikasi suami istri yang intim sangat penting untuk
mempertahankan pengertian dan keinginan satu sama lain dalam tahun-tahun ini.
Akan tetapi bagi sejumlah pasangan,
tahun-tahun ini umumnya sulit dan berat, karena masalah-masalah penuaan,
hilangnya anak, dan adanya suatu perasaan dalam diri mereka bahwa mereka gagal
menjadi membesarkan anak dan usaha kerja. Selanjutnya, tidak jelas apa yang
terjadi dengan kepuasan perkawinan dan keluarga melewati siklus kehidupan
berkeluarga. Beberapa studi tentang kepuasan perkawinan memperlihatkan bahwa
kepuasan perkawinan menurun tajam setelah perkawinan berlangsung dan terus
menurun hingga tahun pertengahan (Leslie dan Korman).
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Pada saat anak bungsu meninggalkan
rumah, banyak wanita yang menyalurkan kembali tenaga dan hidup mereka dalam
persiapan untuk mengisi rumah yang telah ditinggalkan anak-anak. Bagi sejumlah
wanita, krisis usia pertengahan (telah dibicarakan dalam tahap sebelumnya)
dialami selama masa awal siklus kehidupan ini. Wanita berupaya mendorong anak
mereka yang sedang sedang tumbuh agar mandiri dengan menegaskan kembali hubungan mereka dengan anak-anak tersebut
(tidak mengusik kehidupan pribadi dan kehidupan keluarga mereka). Dalam upaya
untuk mempertahankan perasaan yang sehat dan sejahtera, lebih banyak wanita
memulai gaya hidup yang lebih sehat yaitu pengontrolan peran badan, diet seimbang, program olahraga yang teratur,
dan istirahat yang cukup, dan juga memperoleh dan menikmati karier, pekerjaan,
kecakapan yang kreatif.
Dalam hal kerja, pria mungkin mengalami
frustasi dan kekecewaan yang sama yang terdapat dapat tahap sebelumnya. Di satu
pihak, pria mungkin berada pada puncak kariernya dan tidak perlu bekerja
sekeras sebelumnya, atau dilain pihak mereka mungkin merasa pekerjaan mereka
bersifat monoton setelah 20 – 30 tahun menekuni pekerjaan yang sama. Banyak sekali pekerja kelas menengah
menderita karena “fenomena lateau” – dimana tidak ada lagi kenaikan gaji dan
promosi – menyebabkan mereka merasa bosan. Dalam kondisi ini, ketidakpuasan
terhadap karier catatan mencapai proporsi lampu kuning, membuat banyak orang
pada kerja pertengahan ini tidak kerja karena ketidakpuasan, bosan, dan
stagnasi. Karena secara tradisional bekerja merupakan peran sentral bagi pria
dalam hidup, pengalaman ketidakpuasan terhadap pekerjaan ini amat mempengaruhi
tingkat stress dan status kesehatan umum.
Pengupayaan aktifitas dan hobbi di waktu
luang sangat berarti selama berlangsungnya tahap ini, karena lebih banyak waktu
yang tersedia dan persiapan kecil harus berlangsung secara lebih terencana.
Tugas perkembangan yang penting pada tahap
ini adalah penentuan lingkungan yang sehat (Tabel 10). Dalam masa inilah upaya
untuk melaksanakan gaya hidup sehat menjadi lebih menonjol bagi pasangan,
meskipun kenyataannya bahwa mungkin mereka telah melakukan kebiasaan-kebiasaan
yang sifatnya merusak diri selama 45 – 65 tahun. Meskipun dapat dianjurkan
sekarang, mereka “lebih baik sekarang dari pada tidak pernah” adalah selalu
benar, agaknya terlalu terlambat untuk mengembalikan perubahan-perubahan
fisiologis yang telah terjadi serti aertritis akibat in aktivitas, tekanan
darah tinggi karena kurangnya olahraga, stress yang berkepanjangan, menurunnya
kapasitas vital akibat merokok.
Tabel 10. Tahap VII Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan orang tua usia
pertengahan dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga |
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
|
Orangtua usia pertengahan
|
1.
Menyediakan lingkungan yang
meningkatkan kesehatan.
2.
Mempertahankan
hubungan-hubungan yang memuaskan dan penuh arti dengan para orangtua lansia
dan anak-anak.
3.
Memperkokoh hubungan
perkawinan.
|
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller
(1985)
Motivasi utama orang usia pertengahan untuk memperbaiki gaya hidup mereka adalah
karena adanya perasaan rentan terhadap penyakit yang dibangkitkan bila seorang
teman atau anggota keluarga mengalami serangan jantung, stroke atau kanker.
Selain takut, keyakinan bahwa pemeriksaan yang teratur dan kebiasaan hidup yang
sehat merupakan cara-cara yang efektif untuk mengurangi ketentuan terhadap
berbagai penyakit juga merupakan kekuatan pendorong yang ampuh. Penyakit hati,
kanker dan stroke merupakan 2/3 dari semua penyebab kematian antara usia 46 –
64 tahun, dan berbagai kematian urutan keempat (Pusat Statistik Kesehatan
Nasional, 1989).
Tugas perkembangan yang kedua berkaitan dengan upaya melestarikan
hubungan yang penuh arti dan memuaskan antara orang tua yang lanjut usia dengan
anak-anak. Dengan menerima dan menyambut cucu mereka ke dalam keluarga dan
meningkatkan hubungan antar generasi, tugas perkembangan ini dapat mendatangkan
penghargaa yang tinggi Duvall (1977). Tugas perkembangan ini memungkinkan
pasangan usia perpidahan terus merasa seperti sebuah keluarga dan mendatangkan
kebahagian yang berasal dari posisi sebagai kakek – nenek tanpa tanggungjawab
sebagai orangtua selama 24 jam. Karena umum harapan hidup meningkat, menjadi
seorang kakek nenek secara khusus terjadi pada tahap siklus kehidupan ini
(Spray dan Mattews, 1982). Kakek nenek memberikan dukungan besar kepada anak
dan cucu mereka pada saat-saat kritis dan membantu anak-anak mereka melalui
pemberian dorongan dan dukungan Bengstone dan Robertson, 1985)
Peran yang lebih problematik adalah yang berhubungan dengan dan
membantu orang tua lansia dan kadang-kadang anggota keluarga besar yang lebih
yang tua. 86 persen pasangan usia pertengahan minimal memiliki satu
orangtua yang masih hidup (Ages stade,
1988). Jadi, tanggungjawab memberikan perawatan bagi orangtua lansia yang lemah
dan sakit-sakitan merupakan pengalaman yang tidak asyik. Banyak wanita yang
merasa berada dalam “himpitan generasi” dalam upaya mereka mengimbangi
kebutuhan-kebutuhan orangtua mereka yang berusia lanjut, anak-anak, dan
cucu-cucu mereka. Berbagai peran antar generasi kelihatannya lebih bersifat
ekslusif dikalangan minoritas seperti keluarga-keluarga Asia
dan Amerika Latin.
Tugas perkembangan ketiga yang hendak dibahas disini adalah tugas
perkembangan untuk memperkokoh hubungan perkawinan. Sekarang pasangan tersebut
benar-benar sendirian setelah bertahun-tahun dikelilingi oleh anggota keluarga dan hubungan-hubungan. Meskipun muncul
sebagai sambutan kelegahan, bagi kebanyakan pasangan merupakan pengalaman yang
menyulitkan untuk berhubungan satu sama lain sebagai pasangan menikah dari pada
sebagai orangtua. Wright dan Leahey, (1984) melukiskan tugas perkembangan ini
sebagai “reinvestasi identitas pasangan dengan perkembangan keinginan
independen yang terjadi secara bersamaan” (hal. 49). Keseimbangan
tendensi-independency antara pasangan perlu di uji kembali, seperti keinginan
independent yang lebih besar dan juga perhatian satu sama lain yang penuh arti.
Bagi pasangan yang mengalami masalah, tekanan hidup yang menurun
dalam tahun-tahun Postparental tidak mendatangkan kebahagiaan perkawinan,
melainkan menimbulkan “kebohongan”. Menurut Kerrckhoff, (1976) para konseler
perkawinan telah lama mengamati bahwa ketika timbul perselisihan dalam
perkawinan selama tahun-tahun pertengahan, serikali berkaitan dengan jemunya
ikatan, bukan karena kualitas traumatiknya. Karakteristik umum dari masa ini,
berkaitan dengan kepuasan diri sendiri dan berada dalam kebahagiaan yang
membosankan.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah kesehatan yang disebut dalam seluruh deskripsi tahap siklus
kehidupan ini meliputi :
- Kebutuhan promosi kesehatan, istirahat yang cukup, kegiatan waktu luang dan tidur, nutrisi yang baik, program olahraga yang teratur, pengurangan berat badan hingga berat badan yang optimum, berhenti merokok, berhenti atau mengurangi penggunaan alkohol, pemeriksaan skrining kesehatan preventif.
- Masalah-masalah hubungan perkawinan.
- Komunikasi dan hubungan dengan anak-anak, ipar, dan cucu, dan orangtua yang berusia lanjut.
- Masalah yang berhubungan dengan perawatan ; membantu perawatan orangtua yang berusia atau tidak mampu merawat diri.
h. Tahap VIII : Keluarga dalam Masa Pensiun dan Lansia
Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga
dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa pensiun, terus
berlangsung hingga salah satu pasangan meninggal, dan berakhir dengan pasangan
lain meninggal (Duvall dan Miller, 1985). Jumlah lansia-berusia 65 tahun atau
lebih di negara kami meningkat dengan pesat dalam dua dekade terakhir ini, dua
kali lipat dari sisa populasi. Pada tahun 1970, terdapat 19,9 juta orang
berusia 65 tahun, jumlah ini merupakan 9,8 persen dari seluruh populasi.
Menjelang tahun 1990, menurut
angka-angka sensus, populasi lansia berkembangan hingga angka 31,7 juta (12,7
persen dari total populasi). Menjelang tahun 2020, 17,2 persen penduduk negara
ini berusia 65 tahun atau lebih (gambar 1). Informasi tentang usia populasi
menyatakan “penduduk yang lebih tua” populasi 85 tahun ke atas secara khusus
tumbuh dengan cepat. Populasi berumur di atas 85 tahun tumbuh hingga 2,2 juta
jiwa pada tahun 1980. Diproyeksikan pada tahun 2020 populasi ini akan berjumlah
hingga 7,1 juta jiwa (2,7 persen dari seluruh populasi). Akibat dari semakin
majunya pencegahan penyakit dan
perawatan kesehatan, lebih banyak orang yang diharapkan dapat bertahan hidup
hingga 10 dekade. Karena bertambahnya populasi lansia, maka semakin mungkin
orang-orang yang lebih tua akan memiliki minimal 1 orangtua yang masih hidup
(Biro Sensus Amerika, 1984)
15
10
P
5
1940 1950
1960 1970 1980
1990
Tahun
Gambar 1. Pertumbuhan Populasi lansia di Amerika
Serikat, persentase populasi diatas 65 tahun (Biro Sensus Amerika Serikat,
1991)
Persepsi tahap siklus kehidupan ini sangat
berbeda dikalangan keluarga lanjut usia. Beberapa orang merasa menyedihkan,
sementara yang lain merasa hal ini merupakan tahun-tahun terbaik dalam hidup
mereka. Banyak dari mereka tergantung pada sumber-sumber finansial yang
adekuat, kemampuan memelihara rumah yang memuaskan, dan status kesehatan
individu. Mereka yang tidak lagi mandiri karena sakit, umumnya memiliki moral
yang rendah dan keadaan fisik yang buruk sering merupakan anteseden penyakit
mental dikalangan lansia (Lowenthal, 1972). Sebaliknya lansia yang menjaga
kesehatan mereka, tetap aktif dan memiliki sumber-sumber ekonomi yang memadai
menggambarkan proporsi orang-orang yang lebih tua dan substansial dan
senantiasa berpikir positif terhadap kehidupan ini.
Sikap Masyarakat terhadap Lansia.
Masyarakat
kami menekankan prestasi-prestasi mereka di masa muda mereka, yaitu masa jaya
kaum muda. Oleh karena itu, kaum dewasa, dengan berdandan, berpakaian, dan
bergaya, mencoba mempertahankan penampilan muda mereka selama mungkin. Penuaan
sering diartikan sebagai hilangnya rambut, teman-teman, aspirasi dan kekuatan.
Bagi komunitas dengan keluarga individu dan keluarga besar, menangani lansia
mempunyai konotasi negatif, seseorang dibebani dengan perasaan yang menyusahkan
dengan masalah-masalah yang menekan. Disamping itu, masyarakat juga tidak
membiarkan kebanyakan lansia tetap produktif. Oleh karena itu, penilaian
masyarakat yang negatif terhadap lansia mempengaruhi citra diri mereka.
Namun sekarang banyak asosiasi dan banyak
literatur menyokong dan melukiskan kekuatan, sumber-sumber dan aspek-aspek
positif dari penuaan. Hal ini sering mengurangi pemikiran negativisme dan
stereotipe tentang lansia dan membantu kita mengenali asset lansia dan
keanekaragama gaya hidup yang menyolok dikalangan kelompok lansia ini.
Sikap kita terhadap penuaan dan lansia,
meskipun masih negatif, tampaknya muluai berubah. Studi-studi belakangan ini yang
dilakukan untuk meneliti sikap masyarakat terhadap lansia telah mengakui bahwa
lansia dipandang secara positif (Austin, 1985 ; Schonfield, 1982). McCubbin dan
Dahl (1985) melaporkan bahwa “banyak pengamat percaya bahwa lansia telah
memperoleh kembali kehormatan di Amerika Serikat. Generasi baru lansia
berpendidikan lebih baik, lebih makmur, lebih sehat, dan lebih aktif daripada
generasi lansia sebelumnya mendefinisikan kembali pemikiran tentang “menjadi
tua” . Perubahan dalam sikap
ini sebaliknya akan memperkokoh citra kaum lansia terhadap diri mereka sendiri.
Kehilangan-Kehilangan yang Lazim bagi
Lansia dan Keluarga.
Karena
proses menua berlangsung dan masa pensiun menjadi suatu kenyataan, maka ada
berbagai macam stressor atau kehilangan-kehilangan yang dialami oleh mayoritas
lansia dan pasangan-pasangan yang mengacaukan transisi peran mereka. Hal ini meliputi :
·
Ekonomi ; menyesuaikan terhadap
pendapatan yang turun secara substansial, mungkin kemudian menyesuaikan
terhadap ketergantungan ekonomi (ketergantungan pada keluarga atau subsidi
pemerintah).
·
Perumahan
; sering pindah ke tempat tinggal yang lebih kecil dan kemudian dipaksa pindah
ke tatanan institusi.
·
Sosial
; kehilangan (kematian) saudara, teman-teman dan pasangan.
·
Pekerjaan
; keharusan pensiun dan hilangnya peran
dalam pekerjaan dan perasaan produktifitas.
·
Kesehatan
; menurunnya fungsi fisik, mental dan kognitif ; memberikan perawatan bagi
pasangan yang kurang sehat.
Pensiun.
Dengan hilangnya peran sebagai orangtua dan kerja,
maka perlu ada suatu reorientasi dikalangan individu dan pasangan lansia.
Pensiun membutuhkan resosialisasi terhadap peran-peran baru dan gaya hidup
baru. Akan tetapi, perubahan macam apa yang dikehendaki, benar-benar tidak
jelas, karena peran dan norma-norma bagi lansia adalah ambigu. Wanita yang
benar-benar terpikat dengan peran sebagai ibu dan suami dan atau istri yang
terlibat penuh dalam pekerjaan mereka diprediksi memiliki derajat kesulitan
penyesuaian yang paling tinggi. Untuk mengisi pekerjaan yang kosong, kini semakin
banyak pria yang mengambil bagian dalam pekerjaan-pekerjaan rumah tangga,
menerima peran-peran yang lebih ekspresif, suatu perubahan yang menuntut
pertukaran peranan pada sisi wanita. Penyesuaian suami yang pensiun terhadap
tugas-tugas ibu rumah tangga yang dikerjakan sama-sama tergantung pada sistem
nilai suami. Jika suami memandang jenis pekerjaan tersebut sebagai “pekerjaan
wanita” dan menganggap pekerjaan-pekerjaan tersebut kurang memiliki arti
baginya, maka ia merasa harkatnya turun dalam pekerjaan semacam itu. Troll
(1971) menemukan sikap ini benar-benar terjadi pada pria dari golongan pekerja,
yang lebih menghargai peran tradisional sebagai pencari nafkah dari pada pria
dari golongan pekerja, yang lebih menghargai peran tradisional sebagai pencari
nafkah dari pada pria kelas menengah. Pensiun bagi kaum wanita cenderung tidak
terlalu sulit untuk beradaptasi karena mereka masih punya peran-peran domestik.
Selanjutnya, wanita kemungkinan besar pensiun atas permintaan.
Dalam kasus apa saja, pensiun menuntut
modifikasi peran dan merupakan saat terjadinya penurunan harga diri,
pendapatan, status dan kesehatan, paling tidak untuk sementara. Tapi meskipun
timbul tuntutan-tuntuta dan kehilangan-kehilangan yang baru ini, kebanyakan
lansia melaporkan sikap positif terhadap pensiun (Kell dan Patton, 1978).
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Memelihara
pengaturan kehidupan yang memuaskan merupakan tugas paling penting dari
keluarga-keluarga lansia (tabel 11). Perumahan setelah pensiun seringkali menjadi masalah. Dalam tahun-tahun segera
setelah pensiun, pasangan tetap tinggal di rumah hingga pajak harta benda,
kondisi tetangga, ukuran dan kondisi rumah atau
kesehatan memaksa mereka mencari akomodasi yang lebih sederhana.
Meskipun mayoritas lansia memiliki rumah
sendiri, namun sebagian besar dari rumah-rumah tersebut telah tua dan rusak dan
banyak yang terletak di daerah-daerah
tingkat kejahatan yang tinggi dimana lansia kemungkinan besar menjadi korban
kejahatan. Seringkali, lansia tinggal di rumah ini karena tidak ada pilihan
yang cocok (Kalish, 1975). Namun demikian, lansia yang tinggal di rumah mereka sendiri, umumnya menyesuaikan diri
lebih baik dari pada yang tinggal di rumah anak-anak mereka. Orangtua biasanya pindah
ke salah satu anak mereka karena penurunan kesehatan dan status ekonomi, mereka
tidak punya pilihan lain, dan ini terbukti merupakan suatu pengaturan yang tidak memuaskan bagi
lansia (Lopata, 1973).
Tabel 11. Tahap VIII Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan keluarga dalam
masa pensiun dan lansia, dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga |
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
|
Keluarga Lansia
|
1.
Mempertahankan pengaturan
hidup yang memuaskan.
2.
Menyesuaikan terhadap
pendapatan yang menurun.
3.
Mempertahankan hubungan
perkawinan.
4. Menyesuaikan diri terhadap kehilangan
pasangan.
5. Mempertahankan ikatan keluarga antar
generasi.
6. Meneruskan untuk memahami eksistensi
mereka (penelaahan dan integrasi hidup).
|
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988),
Duvall dan Miller (1985)
Pengaturan hidup seseorang merupakan suatu
prediktor kesejahteraan yang ampuh
dikalangan lansia (Berresi et al, 1984). Relokasi merupakan pengalaman
traumatik bagi lansia, apakah itu perpindahan sukarela atau tidak. Itu berarti
meninggalkan pertalian tetangga dan persahabatan yang telah memberikan lansia
rasa aman dan stabilitas. Relokasi berarti berpisah dari warisan seseorang dan
isyarat yang mendukung kenangan lama (Lawton, 1980). Relokasi tidak
mempengaruhi semua lansia dengan cara yang sama. Dengan persiapan yang memadai
dan perencanaan perubahan yang hati-hati, lingkungan baru dapat berpengaruh
positif terhadap lansia. Namun demikian, sejumlah temuan menyatakan bahwa
ketika orang-orang lansia pindah, sering mengakibatkan kemerosotan kesehatan
(Lawton, 1985).
Hanya sekitar 5 persen lansia yang tinggal
dalam institusi. Kelemahan memaksa lansia masuk panti perawatan dan rumah
pensiun karena kurangnya bantuan di rumah. Penyediaan bantuan secara penuh di
rumah atau, yang lebih mungkin, pelayanan kesehatan paruh waktu dan pelayanan
rumah tangga lewat lembaga kesehatan rumah dan lembaga pelayanan rumah tangga,
dirasa lebih manusiawi dan bersifat protektif terhadap kebutuhan-kebutuhan
lansia untuk tetap berada di rumah sendiri dan tetap mempertahankan
kemadiriannya selama mungkin, dan juga jauh lebih murah dari pada dimasukkan ke
dalam institusi. Meskipun sulit, seringkali salah satu pasangan dan/atau
anak-anak yang sudah dewasa dari pasangan tersebut (atau orangtua yang masih
hidup) harus memutuskan cara terbaik yang ditempuh – pelayanan kesehatan di
rumah, panti pensiunan, panti perawatan, atau tinggal dengan anak-anak yang
telah dewasa.
Tugas perkembangan yang kedua bagi
keluarga lansia adalah penyesuaian
terhadap pendapatan yang menurun. Ketika pensiun, terjadi penurunan
pendapatan secara tajam dan seiring dengan berlalunya tahun, pendapatanpun
semakin menurun dan semakin tidak memadai karena terus naiknya biaya hidup dan
terkurasnya tabungan. Pada tahun 1989, seperlima dari populasi Amerika Serikat
tergolong miskin atau hampir miskin (AARP, 1990).
Secara substansial, lansia kurang memiliki
pendapatan dalam bentuk uang kontan dibandingkan dengan mereka yang berumur 65
tahun. Kaum lansia amat
sangat tergantung pada keuntungan dan asset pendapatan Jaminan Sosial (Social
security). Lebih banyak lansia wanita yang cenderung miskin ; hampir 71,8
persen dari seluruh populasi lansia adalah wanita. Kaum lansia dari kalangan
kulit hitam dan hispanik cenderung memiliki pendapatan dan pendapatan rata-rata
jauh lebih sedikit dari rekan mereka
dari golongan kulit putih (U.S Senate Special Committee on Aging, 1987-1988).
Karena sering munculnya masalah-masalah
kesehatan jangka panjang, pengeluaran kesehatan merupakan masalah finansial
yang utama. Kaum lansia lebih banyak menghabiskan uang untuk perawatan
kesehatan – baik dalam nilai riil dollar maupun dalam bentuk persentase total
pengeluaran bila dibandingkan dengan yang bukan lansia. Medicare tentu
saja mengurangi sebagian dari masalah ini, tapi masih belum bisa diprediksi dan
masih banyak pengeluaran dengan uang sendiri yang harus dibayar. Misalnya
bagian B dari Medicare meliputi hanya 80 persen dari biaya “yang layak”
untuk pelayanan medis. Karena tipe dari sistem pembayaran biaya atas pelayanan (fee
for service), banyak dokter akan menyuruh pasiennya untuk kembali beberapa
kali dari pada yang dibutuhkan untuk memberikan perawatan medis yang efektif
dan aman. Medicaid juga disediakan untuk mereka yang tergolong fakir
miskin dan memenuhi kualifikasi Supplementary Security Income (SSI).
Program asuransi kesehatan ini melengkapi cakupan Medicare.
Karena umur harapan hidup meningkat, lebih
banyak lagi lansia yang hidup bertahun-tahun dengan masalah kesehatan. Meskipun
wanita hidup lebih lama dari pada pria, dan kesenjangan umur harapan hidup
antara pria dan wanita meningkat, banyak pula pasangan menikah yang dapat bertahan hidup lebih lama.
Masalah-masalah perawatan bagi pasangan lansia lebih sulit dari pada pensiunan
janda. Sedikit pertimbangan diberikan bagi unit keluarga dalam tahap siklus
kehidupan ini, selama orang tersebut memiliki kemungkinan dalam kemiskinan
sebagai akibat dari biaya kesehatan yang meninggi dan masalah-masalah sosial.
Mempertahankan hubungan perkawinan yang
merupakan tugas perkembangan yang ketiga, menjadi penting dalam kebahagiaan
keluarga. Perkawinan yang dirasakan memuaskan dalam tahun-tahun berikutnya
biasanya mempunyai sejarah positif yang panjang, dan sebaliknya. Riset
membuktikan bahwa perkawinan mempunyai kontribusi yang besar bagi moral dan
aktifitas yang berlangsung dari kedua pasangan lansia (Lee, 1978).
Salah satu mitos tentang lansia adalah
bahwa dorongan seks dan aktivitas seksual mungkin tidak ada lagi (atau tidak
boleh ada). Akan tetapi, sebuah riset memperlihatkan kebalikannya. Studi-studi
semacam ini menemukan bahwa meskipun terjadi penurunan kapasitas seksual secara
perlahan-lahan, namun keinginan dalam kegiatan seksual terus ada bahkan
meningkat (Lobsenz, 1975). Sehat sakit kadang-kadang menurunkan dorongan
seksual, tapi biasanya, menurunnya aktifitas seksual disebabkan oleh
masalah-masalah sosio emosional.
Penyesuaian diri terhadap kehilangan
pasangan, yang merupakan tugas
perkembangan yang keempat, secara umum merupakan perkembangan yang
paling traumatis. Sebagaimana ditunjukkan pada data statistik di bawah ini,
wanita lansia lebih menderita karena kematian pasangannya dari pada pria.
Menurut angka statistik tahun 1986, tiga perempat dari seluruh lansia hidup
bersama pasangan mereka, sementara hanya 38 persen wanita lansia yang hidup
dengan pasangan mereka, 51 persen adalah janda (U.S Senate Special Committee
on Aging, 1987-1988).
Dibandingkan dengan kelompok muda, lansia
menyadari kematian sebagai bagian dari proses kehidupan yang normal. Sebuah
studi menyatakan bahwa hanya 3 dari 80
persen lansia yang merasa sulit untuk membicarakan kematian (Duval, 1977). Akan
tetapi, kesadaran akan kematian tersebut tidak berarti bahwa pasangan yang
ditinggalkan akan menemukan penyesuaian terhadap kematian dengan mudah.
Kehilangan pasangan pasti membawa pengaruh, janda-janda yang ditinggal mati
suami lebih awal, dan yang masih hidup kemungkinan besar akan mengalami masalah
kesehatan yang serius (isolasi sosial, mau bunuh diri atau sakit jiwa). Selain
itu, hilangnya seorang pasangan menuntut reorganiasi fungsi keluarga secara
total. Ini khususnya sulit dicapai secara memuaskan, karena kehilangan
mengurangi sumber-sumber emosional dan ekonomi yang diperlukan untuk menghadapi
perubahan tersebut. Bagi wanita, ini berarti perubahan dari saing
ketergantungan dan membagi kegiatan-kegiatan kehidupan bersama-sama menjadi
sendiri atau bergabung dengan kelompok wanita lansia yang tidak punya ikatan.
Bagi pria, kehilangan pasangan hidup berarti kehilangan teman-teman serta
hubungan sanak famili, keluarga, dan dunia sosial secara umum. Duda lansia
tidak punya minat yang sama atau tidak punya kemampuan melaksanakan peran-peran
ibu rumah tangga, dan seringkali membutuhkan bantuan dalam menyiapkan makanan, menjalankan tugas rumah tangga dan perawatan umum.
Besarnya penyesuaian diri yang sulit dapat
dilihat dari meningkatnya kasus bunuh diri dalam kelompok individu diatas 65
tahun. Meskipun terjadi peningkatan kasus bunuh diri dikalangan wanita diatas
65 tahun, namun jumlah terbesar kasus bunuh diri ditemukan dikalangan populasi
pria lansia. Sebuah tinjauan beberapa studi kasus tentang bunuh diri dikalangan
kelompok ini menunjukkan bahwa usaha untuk bunuh diri dan bunuh diri yang telah
terjadi sering terjadi setelah kematian pasangan hidup (Rushing, 1968).
Studi-studi tentang janda secara konsisten
mempelajari kondisi-kondisi hidup janda yang sulit dan kehidupan janda. Janda
memiliki moral yang lebih rendah dan memiliki peran-peran sosial yang lebih
sedikit dari pada wanita bersuami dalam kelompok umur yang sama. Para janda
memiliki uang sedikit untuk hidup mereka dan terbukti perawatan diri mereka
sangat memprihatinkan dalam kaitannya dengan diet, latihan, alkohol, konsumsi
tembakau (Hutchison, 1975). Bild dan Havighurst (1976), dalam sebuah studi besar
tentang lansia di Chicago Amerika Serikat, melaporkan bahwa kematian pasangan
melunturkan dukungan paling kuat dari lansia, meskipun anak-anak (jika ada)
mengisi kekosongan tersebut. Banyak dari mereka yang terisolasi adalah “mereka
yang tidak pernah menikah” dan janda tanpa anak.
Tugas perkembangan yang kelima menyangkut
pemeliharaan ikatan keluarga antargenerasi. Meskipun ada suatu kecenderungan
bagi lansia untuk menjauhkan diri dari
hubungan sosial, keluarga tetap menjadi fokus interaksi-interaksi sosial lansia
dan sumber utama dukungan sosial. Karena lansia menarik diri dari
aktifitas-aktifitas dunia sekitarnya, hubungan-hubungan dengan pasangan,
anak-anak dan cucu-cucu dan saudara-saudaranya menjadi lebih penting. Mayoritas
lansia di Amerika hidup dekat dengan anggota keluarga besar dan sering
melakukan kontak dengan mereka (Harris et al, 1975 ; Shanas, 1968, 1980). Oleh
karena itu, anggota keluarga merupakan sumber utama bantuan dan interaksi
sosial. Keluarga lansia biasanya saling memberikan bantuan satu sama lain
sejauh mereka mampu.
Karena menjadi orangtua, mereka harus
memahami keberadaan mereka. Berbicara tentang kehidupan masa lalu seseorang
yang disebut penelaahan hidup (life review) merupakan aktifitas yang
vital dan umum, karena aktifitas ini menggambarkan suatu penelaahan terhadap
arti sentral dari kehidupan. Aktivitas
ini dipandang sebagai tugas perkembangan “tipe kognitif” yang keenam. Hal
penting dari aktifitas ini terletak pada fakta bahwa penelaahan kehidupan memudahkan penyesuaian
terhadap situasi-situasi yang sulit dan memberikan pandangan terhadap
kejadian-kejadian masa lalu. Lansia sangat peduli dengan kualitas hidup mereka
dan berharap agar dapat hidup terhormat dengan kemegahan dan penuh arti
(Duvall, 1977).
Masalah-Masalah Kesehatan.
Berdasarkan laporan tahun 1987-1988 yang
dikeluarkan oleh US. Senate Special Committee on Aging, lansia merupakan
pemakai pelayanan kesehatan paling menonjol. Lebih dari 4 dari 5 lansia
memiliki minimal satu kondisi kronis dan kondisi multipel yang lazim diderita
oleh lansia. Lansia merupakan 12 persen dari total populasi, tapi mereka
menggunakan 33 persen dari pembelajaan perawatan kesehatan di Amerika Serikat.
Faktor-faktor seperti menurunnya fungsi
dan kekuatan fisik, sumber-sumber finansial yang tidak memadai, isolasi sosial,
kesepian dan banyak kehilangan lainnya yang dialami oleh lansia menunjukkan
adanya kerentanan psikofisiologi dari lansia (Kelley et al, 1977). Oleh karena
itu, terdapat masalah-masalah kesehatan yang multipel. Pasangan atau individu
lansia dalam semua fase sakit kronis mulai dari fase akut hingga fase
rehabilitasi sangat membutuhkan bantuan. Baik fungsi-fungsi yang terkait secara
medis (pengkajian fisik, reaksi-reaksi yang buruk) dan fungsi-fungsi
keperawatan (mengkaji respons klien terhadap sakit dan pengobatan serta
kemampuan koping) adalah relevan disini. Promosi kesehatan tetap menjadi hal
yang sangat penting, khususnya dalam bidang nutrisi, latihan, pecegahan cidera,
penggunaan obat yang aman, pemakaian pelayanan preventif dan berhenti merokok.
Isolasi sosial, depresi, gangguan kognitif
(yang mungkin berkaitan dengan sejumlah masalah termasuk penyakit (Alzheimer),
dan masalah-masalah psikologis adalah masalah kesehatan yang serius, khususnya
bila bersama-sama dengan sakit fisik. Pengkajian dan penggunaan sistem dukungan
sosial keluarga atau individu harus menjadi bagian integral dari perawatan
kesehatan keluarga.
Proses menua dan menurunnya kesehatan
menyebabkan betapa pentingnya pasangan menikah saling menolong satu sama lain.
Karena wanita hidup lebih lama dari pada pria, dan biasanya mereka orang yang
membantu suami yang sakit atau yang tidak berdaya. Dalam kebanyakan kasus,
penyakit bersifat kronis dan berkembang menjadi tak berdaya, sehingga perlu
waktu untuk menyesuaikan terhadap
situasi terakhir. Suami menemukan tugas merawat istri sebagai suatu
tugas yang lebih sulit, karena peran merawat, memelihara dan menjadi ibu rumah
tangga semata-mata masih sebagai peran wanita.
Definisi nutrisi dikalangan lansia terjadi
secara luas dan menimbulkan banyak masalah yang berkaitan dengan penuaan
(lemah, bingung, depresi, konstipasi, dan ada beberapa lagi).
Masalah yang berkaitan dengan perumahan,
penghasilan yang cocok, rekreasi dan fasilitas perawatan kesehatan yang adekuat
secara merugikan mempengaruhi status kesehatan lansia. Kejadian seperti jatuh
dan kecelakaan lain di rumah sangat banyak, sehingga alat-alat dalam lingkungan
yang aman merupakan kebutuhan yang penting. Program-program pemerintah tidak
secara adekuat menyediakan pensiun yang aman, seperti terlihat pada
masalah-masalah yang menyangkut
penggunaan panti perawatan, fasilitas-fasilitas board-on-care jangka
panjang dan rumah sakit jiwa laksana gudang di bawah tanah.
Para profesional di bidang kesehatan
keluarga dapat memberikan begitu banyak bantuan tidak langsung dengan merujuk
individu atau pasangan lansia atau individual ke sumber-sumber komunitas yang
sesuai dengan memperbaiki masalah-masalah mereka. Beberapa sumber-sumber
komunitas ini adalah :
(1) Senior centre yang menawarkan rekreasi,
program-program pendidikan lanjutan, beberapa pelayanan kesehatan dan
(kadang-kadang) dan pelayanan hukum …; (2) Pelayanan informasi dan rujukan yang
memberikan informasi yang relevan sebagai respons terhadap panggilan telepon
atau kunjungan ; (3) pelayanan perawatan rumah tangga, meliputi memasak dan
membersihkan serta menciptakan hubungan sosial, pelayanan-pelayanan yang
mungkin beberapa lansia tetap tinggal di rumah mereka sendiri dari pada harus
ditempatkan di institusi … ; (4) Fasilitas-fasilitas perawatan sehari untuk
geriatrik, dimana lansia mendapat supervisi dan berbagai pelayanan seharian
penuh, biasanya hanya untuk lansia yang tidak mampu menggunakan senior
centre ; (5) program-program nutrisi, beberapa program dilakukan dengan
mengangkut ke suatu tempat tempat untuk makan dan beberapa program yang lain
seperti Meals on Wheels, mengirim makanan kepada lansia yang tidak bisa
berjalan ; (6) program kakek nenek angkat, sebuah program yang disubsidi
pemerintah federal yang membayar perawatan, tutor, atau bermain dengan
anak-anak yang dimasukkan dalam institusi untuk lansia dengan pendapatan rendah
; (7) Retired Senior Volunteer Program, jika disubsidi pemerintah
federal yang membantu menyediakan pelayanan komunitas untuk lansia (Kalish,
1975, hal. 117). (8) pelayanan penanganan kasus.
4. Tahap-Tahap Siklus Kehidupan Keluarga pada Keluarga Cerai
Salah satu variasi utama dalam siklus
kehidupan keluarga akan kelihatan ketika orangtua bercerai. Meskipun mayoritas
keluarga masih tetap terdiri dari pasangan-pasangan menikah, salah satu
perubahan paling menonjol yang terjadi lebih dari dua dekade adalah naiknya
perceraian dan meningkatnya posisi wanita sebagai kepala rumah tangga (88
persen keluarga orangtua tunggal adalah keluarga yang terdiri dari ibu dan
anak). Dari tahun 1970 hingga 1984 jumlah keluarga dengan satu orangtua
berlipat ganda (dari 3,2 juta pada tahun 1970 menjadi 6,7 juta pada tahun 1984)
sementara itu jumlah pasangan yang cerai meningkat hampir 300 persen (Biro
Sensus Amerika Serikat, 1986). Kini, perceraian merupakan hal yang lazim
(hampir 50 persen perkawinan diakhiri dengan perceraian) bahwa kejadian
tersebut dipandang sebagai suatu transisi normatif.
Keluarga bercerai dengan orangtua tunggal
melewati tahap-tahap siklus kehidupan yang sama, dengan tanggungjawab yang
hampir sama seperti keluarga inti dengan dua orangtua. Perbedaan dasarnya
adalah tidak adanya orangtua kedua untuk melakukan tugas-tugas keluarga
bersama-sama berkenaan dengan dukungan, pengasuhan anak, persahabatan dan
menjadi model peran jenis kelamin bagi anak-anak. Hill (1986) menerangkan bahwa
“perbedaan pada jalur-jalur perkembangan keluarga dengan orangtua tunggal dan
keluarga dengan dua orang terutama akan kelihatan bukan pada tahap-tahap yang
dihadapi, melainkan dalam jumlah, waktu, dan lamanya transisi-transisi kritis
yang dialami” .
Carter dan McGoldrick (1988)
mengkonseptualisasikan perceraian sebagai suatu gangguan dan dislokasi siklus
kehidupan keluarga. Perceraian, dengan kehilangan-kehilangannya dan
perubahan-perubahan keanggotaan keluarga, menciptakan destabilisasi dan
ketidakseimbangan pokok keluarga. Peck dan Manocharian (1988) menekankan dampak
perceraian secara emosional dan fisik terhadap keluarga. “Perceraian
mempengaruhi anggota keluarga disetiap tingkat generasi seluruh keluarga inti
dan keluarga besar, dengan demikian menghasilkan krisis bagi keluarga secara
keseluruhan dan juga setiap individu dalam keluarga tersebut” .
Mengenai keluarga inti dengan dua
orangtua, terdapat perubahan yang krusial pada peran dan hubungan dan
tugas-tugas perkembangan keluarga yang penting untuk dicapai agar keluarga
cerai dapat bergerak maju (Carter dan McGoldrick, 1988). Sebagai suatu kekuatan
destruktif, perceraian menambah kompleksitas tugas-tugas perkembangan yang
dialami oleh keluarga. Setiap tahap siklus kehidupan berikutnya dipengaruhi
pula, sehingga tahap pasca perceraian perlu dipandang dalam konteks dari tahap
itu sendiri dan konsekuensi cerai.
Setelah terjadi perceraian, riset terhadap
sistem keluarga menemukan bahwa diperlukan waktu antara 1 hingga 3 tahun bagi
keluarga cerai untuk memantapkan keluarga tersebut. Jika sebuah keluarga dapat
mengatasi krisis dan transisi penyerta yang harus dialami dalam rangka untuk
memantapkan kembali, keluarga tersebut akan membentuk sistem yang lentur yang
akan memungkinkan suatu kesinambungan proses perkembangan keluarga yang normal”
(Peck dan Manocharian, 1988, hal. 335). Carter McGoldrik membuat ringkasan
tulisan-tulisan dari Ahrons (1980) tentang proses penyesuaian yang dialami oleh
keluarga-keluarga cerai, termasuk proses emosional yang terjadi secara
bersama-sama dan masalah-masalah perkembangan keluarga.
Untuk menguraikan dampak perceraian pada
tahap-tahap siklus kehidupan keluarga, pertama-tama perlu dikatakan bahwa
dampak tersebut bermacam-macam, tergantung pada tahap apa keluarga tersebut
berada ketika terjadi perceraian. Faktor-faktor lain juga membuat perbedaan
pada dampak tersebut, seperti faktor suku, sosial dan ekonomi. Selama tahap pertama
perkawinan, perceraian mempunya sifat menghancurkan yang paling sedikit karena
hanya sedikit orang yang terlibat, sedikit transisi yang terbentuk dan hanya
sedikit ikatan sosial berdasarkan pasangan suami istri yang terbentuk (Peck dan
Manocharian, 1988). Dampak ini jauh lebih besar pada tahap ketiga dan keempat
dalam keluarga dengan anak usia prasekolah dan usia sekolah. Malahan, keluarga
selama masa ini memiliki resiko cerai paling tinggi.
Anak-anak kecil adalah yang mula-mula
paling dipengaruhi oleh perceraian orangtua. Anak-anak dapat mengalami
kemunduran dalam perkembangannya, membuat pengasuhan anak dan pisah orangtua
dan anak menjadi sulit. Bagi ibu, menjadi orangtua tunggal seringkali sangatlah
sulit, karena dialah yang berjuang secara emosional maupun secara ekonomi.
(Status ekonomi setelah keluarga-keluarga dengan kepala keluarga wanita amat
menurun setelah cerai). Masalah utama yang sering dilihat adalah bahwa ayah
kehilangan rasa keterikatan dengan anak-anaknya dan/atau kasih sayang ibu kepada
anak-anak dan marahnya kepada ayah menyebabkan tidak tempat bagi ayah. Namun
demikian, menjaga hubungan antara ibu-anak dan ayah-anak merupakan hal yang
penting bagi kedua orangtua dan anak-anak. Namun malangnya, bagi ayah dan anak,
sebagian besar anak-anak sebenarnya kehilangan kontak dengan ayah mereka
setelah cerai. (Hagestad, 1988)
Ketika perceraian menimpa keluarga dengan
anak usia sekolah, dampak jangka panjang perceraian jauh lebih hebat pada anak
usia sekolah. Dalam sebuah penelitian terungkap bahwa usia enam hingga delapan tahun merupakan
kelompok usia yang mempunyai waktu yang sulit dalam menyesuaikan terhadap
perceraian (Wallerstein dan Kelly, 1980). Anak-anak sudah cukup dewasa ketika
mereka menyadari apa yang sedang terjadi, namun mereka tidak bisa mengatasi
perceraian tersebut secara efektif.
Keluarga dengan anak remaja biasa sudah
dalam keadaan kacau balau, dan perceraian memperburuk masalah tersebut. Untuk
orangtua tunggal, mengasuh remaja merupakan hal yang sulit. Pengasuhan anak
secara bersama-sama juga merupakan masalah bila remaja mempunyai masalah
menyangkut tingkah laku. Pada mulanya, upaya memperbaiki masalah tersebut lewat
tugas perkembangan dan siklus kehidupan keluarga, tertunda.
Dalam tahap-tahap siklus kehidupan
keluarga berikutnya anak-anak mungkin kurang terpengaruh bila dibandingkan
dengan tahap siklus kehidupan berikutnya karena mereka sudah lebih dewasa dan
lebih mampu untuk mengatasi dan berfungsi lebih otonom. Akan tetapi dalam hal
perceraian yang terjadi di usia pertengahan, mungkin anak-anak telah memasuki
usia dewasa sehingga menerima ketergantungan orangtua, khususnya ibu, bila
orangtua berbalik kepada seorang anak untuk meminta dukungan selama krisis
perceraian.
Selama tahap-tahap siklus kehidupan
terakhir ini, perceraian secara khusus benar-benar traumatis bagi pasangan yang
bercerai. Tahun-tahun yang dimiliki bersama-sama, kenangan-kenangan dan
kebiasaan telah membentuk “identitas pasangan”. Perceraian pada tahun-tahun
berikutnya disamakan seperti kematian
seorang pasangan, kemudian menurut beberapa literatur tentang
perceraian.
5. Tahap-Tahap Siklus Kehidupan pada
Keluarga dengan Orangtua Tiri.
Perceraian biasanya merupakan keadaan
transisi, yang kemudian diikuti oleh perkawinan kembali. Perkawinan kembali begitu
menonjol dipertengahan tahun 1980-an, dimana hampir setengah dari seluruh
perkawinan merupakan perkawinan kembali (Biro Servis Amerika Serikat, 1986).
Sebelum usia 40 tahun, baik suami maupun istri sama-sama melakukan perkawinan
kembali, tapi setelah usia 40 tahun perkawinan kembali secara tidak seimbang
merupakan suatu tradisi bagi pria (Agestad, 1988).
Pada tabel 13 Carter dan McGoldrick, 1988
mengemukakan garis besar perkembangan formasi keluarga yang kawin kembali –
langkah-langkah dalam proses perkawinan ulang, sikap yang menjadi prasyarat,
dan masalah-masalah perkembangan. Proses promosi keluarga pada masa transisi
hingga perkawinan kembali merupakan suatu proses yang mengikuti perjuangan
dengan rasa cemas akan investasi dalam suatu perkawinan baru dan sebuah
keluarga baru, menghadapi perselisihan atau reaksi-rekasi yang mengganggu dari
anak-anak, keluarga besar, dari mantan pasangan ; cemas dengan situasi keluarga
baru yang mendua, perasaan bersalah dan prihatin terhadap kesejahteraan
anak-anak, dan memperbaharui kasih sayang (negatif maupun positif) terhadap
matan suami atau istri. Perkawinan kembali, sekali lagi karena merupakan proses
tradisional yang distruktif, menghalangi gerakan keluarga melewati dan
menyelesaikan tugas perkembangan keluarga. Penyesuaian dan integrasi orangtua
ini, seperti halnya penyesuaian terhadap perceraian, tampaknya kebutuhan dua
hingga tiga tahun sebelum struktur yang baru memungkinkan keluarga bergerak
berdasarkan perkembangan (Carter dan McGoldrick, 1988).
Tabel 12 Gangguan-Gangguan Siklus Kehidupan Keluarga oleh Perceraian,
Membutuhkan Langkah-Langkah Tambahan untuk menstabilkan kembali dan melewati
tahap perkembangan.
|
Fase
|
Proses
Transisi Emosi Sikap Yang Menjadi Prasayarat
|
Isu-Isu
Perkembangan
|
1.
2.
3.
4.
|
Keputusan
untuk bercerai
Merencanakan
untuk mengakhiri sistem
Pisah
Perceraian
|
Penerimaan
ketidakmampuan menyelesaikan ketegangan-ketegangan dalam perkawinan untuk
meneruskan hubungan.
Mendukung
rencana-rencana yang viabel untuk semua bagian sistem.
a.
Keinginan untuk melanjutkan
hubungan sebagai orangtua yang bersifat kooperatif dan memberikan dukungan
keuangan kepada anak-anak secara bersama-sama.
b.
Mempengaruhi resolusi kasih
sayang terhadap pasangan.
Lebih
mempengaruhi terhadap perceraian emosional ; mengatasi perasaan terluka,
amarah, dan perasaan bersalah, dll
|
Penerimaan
bagian milik seseorang dalam kegagalan perkawinan
a.
Bekerja secara kooperatif pada
masalah-masalah tanggungjawab, kunjungan dan keuangan.
b. Menghadapi keluarga besar
dalam hal perceraian.
a. Bersedih karena merasa
kehilangan seluruh keluarga.
b. Restrukturisasi hubungan
perkawinan dan hubungan orang tua anak dan restrukturisasi keuangan ;
adaptasi terhadap hidup pisah.
c. Pembentukan kembali hubungan
dengan keluarga besar ; tetap berhubungan dengan keluarga dari pasangan.
a. Bersedih karena kehilangan
keluarga yang utuh ; menghentikan fantasi untuk berhubung kembali.
b. Menarik kembali harapan,
impian-impian dari perkawinan.
c. Tetap berhubungan dengan keluarga
besar.
|
1.
2.
|
Orangtua
tunggal (rumah tangga kustodial atau residen primer)
Orangtua
tunggal (nonkustodial)
|
Kerelaan untuk
tetap memelihara tanggungjawab finansial, terus melakukan kontak sebagai
orangtua dengan mantan pasangan dan mendukung kontak anak-anak dengan mantan
pasangan dan dengan keluarganya.
Kerelaan untuk
tetap menjaga kontak sebagai orangtua dengan mantan pasangan dan mendukung
hubungan orangtua dengan anak-anak yang bersifat melindungi.
|
a.
Membuat jadwal kunjungan yang
fleksibel dengan mantan pasangan dan keluarganya.
b.
Membangun kembali sumber-sumber
finansial sendiri.
c.
Membangun kembali jaringan sosial
sendiri.
a.
Mencari cara-cara untu
melanjutkan hubungan sebagai orangtua yang efektif dengan anak-anak.
b. Mempertahankan tanggungjawab
finansial terhadap anak-anak dan mantan pasangan
c.
Membangun jaringan sosial sendiri
|
(Dari : Carter B dan McGoldrick H, eds The Changing Family Life
Cycle, 2nd ed, New York, Gardner Press, 1988, p.22)
Tabel 13. Pembentukan Keluarga
Perkawinan Kembali : Garis Besar Perkembangan
Langkah-Langkah |
Sikap yang menjadi prasayarat
|
Isu-Isu Perkembangan
|
1.
Memasuki hubungan baru
2. Mengkonseptualisasi dan merencanakan perkawinan
dan keluarga baru.
3. Kawin kembali dan membangun keluarga kembali
|
Pulih dari kehilangan perkawinan pertama
(“perceraian emosional” yang adekuat)
Menerima perasaan takut sendiri dan rasa takut
dari pasangan dan anak-anak yang baru akan perkawinan kembali dan membentuk
sebuah keluarga tiri.
Menerima bahwa perlu waktu dan kesabaran untuk
penyesuaian terhadap kompleksitas dan ambiguitas dari :
1.
Peran baru yang multipel
2.
Batas-batas : ruang, waktu,
keanggotaan dan wewenang.
3.
Masalah-masalah afektif : rasa
bersalah, konflik-konflik loyalitas keinginan untuk melakukan hal yang bersifat
mutualitas, perasaan terluka di masa lalu yang belum hilang.
Penyelesaian akhir ikatan kasih dengan mantan pasangan dan “keutuhan”
keluarga ; penerimaan model keluarga yang berbeda dengan batas-batas yang
permeabel.
|
Komitmen terhadap perkawinan dan upaya pembentukan sebuah keluarga
dengan kesiapan untuk menghadapi kompleksitas dan ambiguitas.
a.
Mengupayakan keterbukaan dalam
hubungan-hubungan baru untuk menghindari hubungan timbal balik yang palsu.
b.
Rencana
pemeliharaan kerja sama finansial dan hubungan sebagai orangtua dengan mantan
pasangan.
c.
Rencana
untuk membantu anak-anak untuk menghadapi cemas, konflik-konflik loyalitas
dan keanggotaan dalam dua sistem.
d.
Pembentukan
kembali hubungan dengan keluarga besar untuk memasukkan pasangan dan
anak-anak yang baru.
a.
Restrukturisasi
batas-batas keluarga untuk memungkinkan memasukkan pasangan/ orang tua tiri
baru.
b.
Pembentukan
hubungan baru dan pengaturan keuangan di seluruh subsistem agar bisa
menciptakan jalinan beberapa sistem.
c.
Menciptakan
ruang bagi hubungan semua anak-anak dengan orangtua kandung, kakek-nenek, dan
keluarga besar lainya.
d.
Berbagi
kenang-kenangan dan sejarah untuk memperkokoh
penyatuan keluarga tiri.
|
6. Pengaruh Sakit dan Cacat terhadap Tahap-Tahap Perkembangan Keluarga
Sakit yang serius atau cacat jangka
panjang dari seorang anggota keluarga sangat mempengaruhi keluarga dan fungsi
keluarga, karena prilaku keluarga sangat mempengaruhi perjalanan dan
karakteristik sakit atau cacat (Bahnson, 1987). Sakit yang serius atau cacat
amat mempengaruhi perkembangan keluarga, dan perkembangan anggota keluarga
secara individual, khususnya anggota yang sakit atau cacat. Seringkali bila
keluarga lambat dalam memenuhi tugas-tugas perkembangannya, interaksi dari
tuntutan lain stressor perkembangan dan tuntutan/stressor situasi memperburuk
dan membebani keluarga. Stres tambahan
yang ditimbulkan oleh kedua jenis stressor tersebut sering menurunkan
fungsi keluarga, akibatnya penguasaan
tugas-tugas perkembangan terhalang atau terhambat.
Sajauh mana tugas-tugas perkembangan
dipengaruhi tergantung pada beberapa faktor. Sudah tentu yang pertama adalah
tahap siklus kehidupan keluarga ; kedua adalah anggota keluarga menjadi sakit
serius atau cacat sehingga menciptakan suatu perbedaan. Beberapa tahap siklus
kehidupan tertentu mempunyai bahaya dalam hal perkembangan dan
individu-individu tertentu dalam keluarga lebih terpusat dalam hubungannya
dengan tugas-tugas perkembangan keluarga dari tahap perkembangan tertentu.
Misalnya, dalam sebuah keluarga dengan remaja, jika remaja itu menderita cedera
serius dan dalam keadaan tidak mandiri, ini sangat menghambat penguasaan
tugas-tugas perkembangan oleh remaja tersebut karena lebih tergantung pada
keluarga. Demikian juga dengan tugas perkembangan uang menangani kebebasan berimbang
dengan rasa tanggung jawab sehingga membantu remaja ini agar lebih otonom akan
terhambat juga. Tantangan bagi keluarga adalah berupaya untuk memulai lagi
memperhatikan tugas-tugas perkembangan normal secepat mungkin.
Faktor penting lain yang menciptakan
perbedaan mengenai dampak sakit atau
cacat terhadap perkembangan keluarga adalah sumber-sumber formal dan informal
yang digunakan oleh keluarga. Sebuah sistem pendukung sosial yang baik dari
keluarga besar dan teman-teman, dan juga dukungan psikososial dan kesehatan
yang kompeten akan memperbesar pengertian keluarga untuk kembali pada jalur
perkembangan agar lebih cepat.
Bila bekerja dengan sebuah keluarga
dengan sakit yang serius atau cacat, adalah sangat bermanfaat untuk
membandingkan tugas-tugas perkembangan keluarga yang “ideal” dalam suatu tahap
siklus kehidupan yang sesuai dengan tingkah laku keluarga yang aktual
(Friedman, 1987). Tipe perbandingan ini bermanfaat untuk mengevaluasi dampak yang mungkin dari sakit atau cacat
pada keluarga.
C. AREA PENGKAJIAN
Dalam keseluruhan proses
pengkajian, berfokus pada siklus kehidupan keluarga akan mempertinggi pemahaman
seorang profesional kesehatan keluarga tentang stress yang menimpa keluarga dan
masalah-masalah keluarga yang aktual atau potensial. Dalam menyelesaikan bagian
perkembangan dari pengkajian keluarga, area-area yang dianjurkan adalah sebagai
berikut :
- Tahap perkembangan keluarga saat ini.
- Sejauhmana keluarga memenuhi tugas-tugas perkembangan keluarga untuk tahap perkembangan saat ini. Adalah penting untuk memperhatikan deviasi-deviasi dari norma, karena deviasi ini dapat menjadi petunjuk adanya hambatan atau masalah.
- Riwayat keluarga sejak lahir hingga saat ini termasuk tugas perkembangan keluarga dan kesehatan serta kejadian dan pengalaman yang berhubungan dengan kesehatan (mis, perceraian, kematian, kehilangan) yang terjadi dalam kehidupan keluarga. Beberapa dari informasi ini (perceraian, perkawinan, kematian) dapat dimasukkan ke dalam genogram keluarga .
- Keluarga asal kedua orangtua (seperti apa kehidupan keluarga asal, hubungan masa lalu dan kini dengan kakek-nenek.)
Seperti telah disebutkan sebelumnya
pengalaman dan persepsi keluarga yang umum dan unik, karena mereka berkembang
melewati siklus kehidupan keluarga, harus dikaji untuk membuat riwayat
perkembangan keluarga yang lebih komprehensif. Riwayat keluarga harus juga
meliputi deskripsi tentang keluarga asal orangtua karena jelas sekali bahwa
pengaruh-pengaruh asal generasi terhadap kehidupan keluarga adalah sangat
penting.
Mungkin akan lebih signifikan untuk
menggali riwayat perkembangan keluarga. Adalah penting untuk memastikan apakah
keluarga yang sedang anda tangani terbuka terhadap ekplorasi masa lalu dan
apakah pengumpulan data historis anda dalam bidang tertentu relevan untuk
memahami dan bekerja dengan keluarga.
Perlu diulangi kembali bahwa data
perkembangan data riwayat keluarga dapat dikumpulkan sedikit demi sedikit
dengan (1) menanyakan
pengalaman-pengalaman dan tugas-tugas yang umum dan bagaimana hal-hal ini dicapai
dan dirasakan dan (2) menanyakan masalah-masalah atau pengalaman keluarga yang
khusus atau unit. Yang kedua meliputi perceraian, kematian dalam keluarga itu
atau keluarga besar, pisah karena sakit atau dinas militer, pengangguran dan
lain-lain. Menanyakan orangtua tentang hubungan mereka di masa lalu dan
sekarang dengan orientasi keluarga mereka dan bagaimana bentuk kehidupan
keluarga besar memberikan perawat keluarga apresiasi dan pemahaman yang baik
tentang orangtua mereka selama tahun-tahun pertumbuhan mereka.
Untuk menggali riwayat keluarga, Satir
(1983) mengawalinya dengan memberi kesempatan pertama pada orangtua untuk
berbicara tentang hubungan perkawinan mereka, memfokuskan pada hubungan ini
karena orangtua merupakan arsitek keluarga. Satir dan orangtua dengan anak-anak
hadir (jika ada, membahas bidang-bidang berikut ini :
·
Pertemuan
pertama pasangan, hubungan mereka sebelum menikah, dan bagaimana mereka
memutuskan untuk menikah.
·
Halangan-halangan
apa saja terhadap perkawinan mereka. Respons mereka terhadap pergaulan.
·
Perkawinan tanpa anak, bagaimana mereka
membuat tugas dan peran.
·
Seperti apa kehidupan
dilingkungan di keluarga, termasuk orientasi keluarga dari kedua orangtua.
·
Siapa orang lain yang hidup
bersama keluarga.
·
Hubungan dengan para ipar.
·
Deskripsi tentang orangtua dari
masing-masing pasangan dan hubungan mereka dengan orangtua tersebut.
·
Rencana untuk mempunyai anak.
Apakah kelahiran anak-anak direncanakan? Apa dampak dari lahirnya setiap anak?
·
Berapa
lama anak-anak berkumpul bersama-sama?
·
Rutinitas keluarga sehari-hari.
Smoyak, (1975), dalam praktik keperawatannya sebagai ahli terapi
keluarga, menekankan pentingnya mengkaji orientasi respektif keluarga orangtua.
Smoyak juga mencari tahu posisi original masing-masing orangtua dikalangan sanak
saudaranya, dengan mengutip konstelasi keluarga oleh Toman, (1961) yang
memperlihatkan bahwa posisi ini sangat mempengaruhi tipe interaksi dan hubungan
yang tidak dimiliki seseorang, dan juga perkembangan kepribadian seseorang.
Misalnya, Toman menemukan bahwa anak-anak yang dilahirkan pertama lebih cocok
untuk jadi pemimpin bagi adik-adiknya, sedangkan sebaliknya anak-anak bungsu
biasanya tidak menjadi pemimpin yang lain. Satu hal penting dari informasi yang
berhubungan dengan keluarga asal kedua pasangan meliputi keadaan kesehatan
perkawinan pasangan orangtua itu sendiri. Apakah mereka masih hidup, dalam
keadaan baik, telah menikah, hidup bersama, tinggal berdekatan, atau secara
geografis berjauhan? (Smoyak, 1975).
Satu satu cara para perawat keluarga memperoleh gagasan yang lebih
baik tentang proses sistim keluarga dari waktu ke waktu, dan juga mengkaji
sistem keluarga antar generasi adalah dengan menyusun sebuah genogram. Genogram
adalah sejenis skema genelogis yang menelusuri sejarah keturunan keluarga.
Genogram ini menggunakan secara luas oleh ahli terapi keluarga, keuntungannya
adalah seseorang dapat mengorganisir sejumlah data yang besar dan banyak dalam
suatu cara yang lebih komprehensif dan membantu mengungkapkan pola-pola dan
tema penting (Harchman dan Laird, 1983) ; McGordrick dan Gerson (1985). Bab
VIII berisi tentang genogram dan petunjuk-petunjuk untuk membuat pohon keluarga
ini.
D. INTERVENSI KEPERAWATAN KELUARGA
Salah satu tujuan penting dari keperawatan keluarga adalah membantu
keluarga dan anggotanya bergerak ke arah penyelesaian tugas-tugas perkembangan
individu dan keluarga (Friedman, 1987). Penguasaan satu kumpulan tugas-tugas
perkembangan keluarga memungkinkan keluarga bergerak maju kearah tahap
perkembangan berikutnya. Jika tugas-tugas perkembangan keluarga tidak dipenuhi
maka akan menghasilkan keluarga yang disfungsional (Mattessich dan Hill 1987).
Untuk mencapai tujuan ini, perawat keluarga “membantu keluarga
mencapai dan mempertahankan keseimbangan antara keutuhan pertumbuhan pribadi
dari anggota keluarga secara individual dan fungsi keluarga yang optimum”
(kebutuhan perkembangan keluarga) (Divisi Praktik Keperawatan Kesehatan Ibu dan
Anak American Nurses “Association, (1983) keseimbangan antara individu dan
kelompok tidak dengan mudah dicapai, khususnya selama tahap-tahap tertentu,
yang menciptakan perbedaan bila terjadi ketidakseimbangan.
Bila bekerja dengan keluarga atau individu yang bermasalah, teori
perkembangan keluarga membantu para profesional kesehatan keluarga berpikir
tentang kejadian siklus kehidupan keluarga yang telah membentuk konteks dimana
masalah-masalah keluarga dan individu terjadi. Oleh karena itu, memasukkan perspektif
perkembangan ke dalam praktik keperawatan keluarga sangat penting selama fase
diagnostik dan perencanaan.
Juga penting sekali memasukkan perspektif
perkembangan keluarga kedalam praktik keperawatan keluarga seseorang bila
bekerja dengan keluarga yang sehat. Dengan keluarga yang sehat, bimbingan
antisipasi dan penyuluhan seringkali ditujukan untuk mencapai tujuan prevensi
primer (Bobak et al, 1989). Diagnosa, perencanaan, dan intervensi keperawatan
keluarga harus mencakup masalah-masalah keluarga yang mungkin dihadapi keluarga
karena perlunya transforamsi struktur keluarga hingga tugas-tugas perkembangan
dapat dicapai. Membantu keluarga mengantisipasi dan melewati transisi normatif
yang berbeda dalam kehidupan keluarga merupakan tujuan keperawatan keluarga
yang paling erat.
Perawat keluarga dan klinisi keluarga
lainnya membantu keluarga dengan morbalitas penyuluhan dan konseling. Rujukan
ke kelompok pendukung sosial, seperti kelompok untuk orangtua bayi atau lansia
yang sakit juga sangat membantu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar